Tuesday, October 29, 2013

Refleksi Kaum Muda

Refleksi Kaum Muda

Masih ingatkah dengan pernyataan Bung Karno puluhan tahun silam, dengan lantang presiden pertama RI ini berkata “ Berikan aku 10 pemuda maka akan ku guncang dunia”

Pernyataan ini masih menggema hingga sekarang dan menjadi simbol pergerakan kaum muda untuk menentukan arah perkembangan bangsa. Ironi yang terjadi, setiap memperingati hari sumpah pemuda, ada diskursus yang senantiasa menghiasinya hari bersejarah adalah minimnya akses kaum muda ke kuasaan.
Diskursus ini menyebutkan kita defisit pemimpin muda. Bukan Cuma minim akses kekuasaan, diskursus itu juga menyebutkan kaum muda minim akes kesejahteraan. Disamping diskursus defisit pengusaha muda dan kelas menengah dari kalangan muda.
Semua diskursus tersebut menggambarkan Indonesia ialah negara yang diam-diam menaganut sistem gerontokrasi. Gerontokrasi adalah sistem yang dikendalikan orang-orang tua. Parhnya lagi gerontokrasi sering disandingkan dengan autokrasi dan feodalisme. Itu artinya gerontokrasi bukanlah demokrasi. walaupun kita menyebut era reformasi ini masa transisi menuju demokrasi.
Maka tak ayal setiap memperingati hari sumpah pemuda selalu diteriakkan pentingnya kaum muda untuk mendapatkan akses kekuasaan, sehingga tidak bermasalah dengan calon eksekutif maupun legislatif yang itu-itu saja, namun malangnya ketika kaum muda mendapat akses politik menuju kekkuasaan, mereka malah menjadi tersangka perbuatan tercela, lihat saja Angelina Sondakh, Anas Urbaningrum, Andi Malaranggeng, Nazaruddin, dsb. Sehingga kekuasaan diambil kembali oleh kaum tua. Dalam hal kesejahteraan sikap hedonis, dan konsumtif telah menjadikan kaum muda kita rakus dan gelap mata untuk mendapatkan kekayaan, lihat saja Gayus Tambunan dan rekan-rekannya di direktorat jenderal pajak.
Kita mungkin berfikir bahwa korupsi yang dilakukan kaum muda meniru senior-senior mereka yang sudah tua, jika demikian halnya tak ada mimpi yang dapat diharapkan pada kaum muda, jika masih berfikir mencari jalan menperkaya diri dengan merusak sendi negara, maka tak ada bedanya kaum muda dengan kaum tua.
Semestinya dengan memeringati hari sumpah pemuda, menjadi refleksi kaum muda kemana arah masa depan bangsa ini akan dibawa, sudah saatnya kaum muda melawan gerontokasi yang mengakar dan mencabutnya dari bumi pertiwi tercinta. Sehingga sudah waktunya bahwa pemuda dapat mengguncang dunia.***


Thursday, October 24, 2013

Lukmanul Hakim: Nasehat Seorang Ayah Untuk Anaknya.

Lukmanul Hakim.

Nasehat Seorang Ayah Untuk Anaknya.

Lukmnul Hakim bukanlah seorang nabi, bukan pula seoran raja, tapi ia hanya seorang budak hina dimata manusia pada zamannya, berkulit hitam legam, berparas pas-pasan, hidung pesek.

Namun demikian, namanya diabadikan oleh Allah menjadi nama salah satu surat dalam al-qur’an, surat Luqman. Penyebutan ini tentu bukan tanpa maksud. Luqman diabadikan namanya oleh Allah, karena memang orang shaleh yang patut diteladani. 

Bahwa Allah tidak menilai seseorang dari gagah tidaknya, juga tidak dari statusnya, jabatannya, warna kulitnya dan lainnya. Akan tetapi Allah menilai dari ketakwaaan dan ketaatannya. Lukman dikenal sebagaiu manusia bijak dan sahabat menjadi rujukan pihak orang orang tua dalam mengasuh buah hatinya. disini ada banyak pesan Lukmanul Hakim yang coba penulis paparkan.

Hai anakku: ketahuilah, sesungguhnya dunia ini bagaikan lautan yang dalam, banyak manusia yang karam ke dalamnya. Bila engkau ingin selamat, agar jangan karam, layarilah lautan itu dengan sampan yang bernama takwa, isi nya ialah iman dan layarnya adalah tawakal kepada Allah.
Orang – orang yg sentiasa menyediakan dirinya untuk menerima nasihat, maka dirinya akan mendapat penjagaan dari Allah. 

Orang yang insyaf dan sadar setalah menerima nasihat orang lain, dia akan sentiasa menerima kemulian dari Allah juga.

Hai anakku; orang yang merasa dirinya hina dan rendah diri dalam beribadat dan taat kepada allah, maka dia tawadduk kepada allah, dia akan lebih dekat kepada Allah dan selalu berusaha menghindarkan maksiat kepada Allah.
hai anakku; seandainya ibu bapamu marah kepadamu kerana kesilapan yang dilakukanmu, maka marahnya ibu bapamu adalah bagaikan baja bagi tanam tanaman.
jauhkan dirimu dari berhutang, karena sesungguhnya berhutang itu boleh menjadikan dirimu hina di waktu siang dan gelisah di waktu malam.

dan selalulah berharap kepada Allah tentang sesuatu yang menyebabkan untuk tidak menderhakai Allah. takutlah kepada Allah dengan sebenar benar takut ( takwa ), tentulah engkau akan terlepas dari sifat berputus asa dari rahmat Allah.

hai anakku; seorang pendusta akan lekas hilang air mukanya karena tidak dipercayai orang dan seorang yang telah rusak akhlaknya akan sentiasa banyak melamunkan hal hal yang tidak benar. Ketahuilah, memindahkan batu besar dari tempatnya semula itu lebih mudah daripada memberi pengertian kepada orang yang tidak mau mengerti.
Hai anakku; engkau telah merasakan betapa beratnya mengangkat batu besar dan besi yang amat berat, tetapi akan lebih berat lagi daripada semua itu, adalah bilamana engkau mempunyai tetangga yang jahat.

Hai anakku; janganlah engkau mengirimkan orang yg bodoh sebagai utusan. Maka bila tidak ada orang yang cerdik, sebaiknya dirimulah saja yang layak menjadi utusan.
Jauhilah bersifat dusta, sebab dusta itu mudah dilakukan, bagaikan memakan daging burung, padahal sedikit saja berdusta itu telah memberikan akibat yang berbahaya.
Hai anakku; bila engkau mempunyai dua pilihan, takziah orang mati atau hadir majlis perkarwinan, pilihlah untuk menziarahi orang mati, sebab ianya akan mengingatkanmu kepada kampung akhirat sedang kan menghadiri pesta perkarwinan hanya mengingatkan dirimu kepada kesenangan duniawi saja.

Janganlah engkau makan sampai kenyang yang berlebihan, karena sesungguhnya makan yang terlalu kenyang itu adalah lebih baiknya bila makanan itu diberikan kepada anjing saja.

Hai anakku; janganlah engkau langsung menelan saja karena manisnya barang dan janganlah langsung memuntahkan saja pahitnya sesuatu barang itu, kerana manis belum tentu menimbulkan kesegaran dan pahit itu belum tentu menimbulkan kesengsaraan.

Makanlah makananmu bersama sama dengan orang orang yang takwa dan musyawarahlah urusanmu dengan para alim ulama dengan cara meminta nasihat dari mereka.

Hai anakku; bukanlah satu kebaikan namanya bilamana engkau selalu mencari ilmu tetapi engkau tidak pernah mengamalkannya. Hal itu tidak ubah bagaikan orang yg mencari kayu bakar, maka setelah banyak ia tidak mampu memikulnya, padahal ia masih mau menambahkannya.

Hai anakku; bilamana engkau mau mencari kawan sejati, maka ujilah terlebih dahulu dengan berpura pura membuat dia marah. Bilamana dalam kemarahan itu dia masih berusaha menginsyafkan kamu, maka bolehlah engkau mengambil dia sebagai kawan. Bila tidak demikian, maka berhati hatilah.

Selalulah baik tutur kata dan halus budi bahasamu serta manis wajahmu, dengan demikian engkau akan disukai orang melebihi sukanya seseorang terhadap orang lain yang pernah memberikan barang yang berharga.

Hai anakku; bila engkau berteman, tempatkanlah dirimu padanya sebagai orang yang tidak mengharapkan sesuatu daripadanya. Namun biarkanlah dia yang mengharapkan sesuatu darimu.

Jadikanlah dirimu dalam segala tingkah laku sebagai orang yang tidak ingin menerima pujian atau mengharap sanjungan orang lain karena itu adalah sifat riya’ yang akan mendatangkan cela pada dirimu.

Hai anakku; janganlah engkau condong kepada urusan dunia dan hatimu selalu disusahkan olah dunia saja karena engkau diciptakan Allah bukanlah untuk dunia saja. Sesungguhnya tiada makhluk yang lebih hina daripada orang yang terpedaya dengan dunianya.

Hai anakku; usahakanlah agar mulutmu jangan mengeluarkan kata kata yang busuk dan kotor serta kasar, karena engkau akan lebih selamat bila berdiam diri. Kalau berbicara, usahakanlah agar bicaramu mendatangkan manfaat bagi orang lain.

Hai anakku; janganlah engkau mudah ketawa kalau bukan karena sesuatu yang menggelikan, janganlah engkau berjalan tanpa tujuan yang pasti, janganlah engkau bertanya sesuatu yang tidak ada guna bagimu, janganlah mensia-siakan hartamu.
Barang siapa yang penyayang tentu akan disayangi, siapa yang pendiam akan selamat daripada berkata yang  mengandungi racun, dan siapa yang tidak dapat menahan lidahnya dari berkata kotor tentu akan menyesal.

Hai anakku; bergaullah rapat dengan orang yang alim lagi berilmu. Perhatikanlah kata nasihatnya karena sesungguhnya sejuklah hati ini mendengarkan nasihatnya, hiduplah hati ini dengan cahaya hikmah dari mutiara kata katanya bagaikan tanah yang subur lalu disirami air hujan.

Hai anakku; ambillah harta dunia sekedar keperluanmu saja, dan nafkahkanlah yang selebihnya untuk bekal akhiratmu. Jangan engkau tendang dunia ini ke keranjang atau bakul sampah karena nanti engkau akan menjadi pengemis yang membuat beban orang lain. Sebaliknya janganlah engkau peluk dunia ini serta meneguk habis airnya karena sesungguhnya yang engkau makan dan pakai itu adalah tanah belaka. Janganlah engkau bertemankan dengan orang yang bersifat dua muka, kelak akan membinasakan dirimu.



sumber : alang-alangkumitir

Monday, September 16, 2013

Aceh dan Politik Simbolisasi Agama





Aceh dan Politik Simbolisasi Agama

Pergolakan Aceh hingga sekarang belum berakhir. Upaya simbolisasi Islam dalam birokrasi ke Acehan sepertinya tidak berjalan mulus. Penolakan demi penolakan terus saja terjadi di berbagai tempat di wilayah Aceh saat ini, terutama wilayah ALA (Aceh Loser Antara) dan ABAS (Aceh Barat Selatan) yang menolak kebijakan pemerintah Provinsi terkait pengesahan Bendera dan lembaga Wali Nanggroe dengan menuntut pemisahan diri dari provinsi Aceh karna menganggap tidak merepresentasikan kemajemukan masayarakat Aceh secara keseluruhan. Bendera Aceh yang dianggap mirip partai PA (partai Aceh) dan bendera pemberontak ternyata tidak mendapat tempat di hati sebagian kalangan masyarakat Aceh. Disamping itu lembaga Wali Nanggroe yang diharapkan sebagai pemersatu masyarakat Aceh juga dianggap sebagai produk politik untuk kepentingan kolegtif kelompok tertentu yang menyalahi tradisi raja-raja yang pernah ada dalam cacatan sejarah di Aceh. Penolakan tidak hanya oleh pegiat ALA dan ABAS, akan tetapi pemerintah pusat juga masih mempertanyakan subtansi bendera Aceh yang mirip bendera GAM yang notabenenya adalah separatis dan bertententangan dengan amanat konstitusi Negara Republik Indonesia dan butiran UUPA itu sendiri.
Setelah melalui dinamika yang cukup panjang bahkan sempat beberapa kali terjadi cooling down dan memakan waktu yang cukup lama terakhir, formalisasi bendera Aceh lewat Qanun No.3 Tahun 2013 dan Lembaga Wali Nanggro (LWN) lewat Qanun No 2 Tahun 2012 pun dinyatakan sah oleh pemerintah Aceh secara sepihak setelah menunggu 60 hari masa pengesahan qanun tanpa respon oleh pemerintah pusat(serambi 14/9/13).
Bulan Bintang dalam bendera Aceh difilosofikan sebagai lambang keislaman masyarakat Aceh, yang artinya bendera aceh adalah simbol keislaman masyarakat, dan dikuti dengan perubahan lambang Pancacita ke Burak Singa yang dianggap sebagai kendaraan nabi Muhammad saat Isra` Mi`raj ke Siratul Muntaha dari masjidil Haram ke masjidil Aqsa. Perubahan demi perubahan dilakukan sebagai upaya menuju perbedaan dari daerah lain dan NKRI yang dianggap terlalu terbuka terhadap budaya Barat yang tidak sesuai dengan kehidupan masyarakat Aceh yang kental dengan budaya ketimuran. Hal ini positif jika di tafsirkan dalam konteks UU 44 Tahun 1999 tentang ke istimewaan Aceh, namun disisi lain menimbulkan pergesekan-pergesekan yang tidak dapat di hindari dari masyarakat Aceh itu sendiri yang merasa terdikatomi oleh kebijakan pengesahan bendera bulan bintang dan Lembaga Wali Nanggroe.
Keberadaan ALA dan ABAS yang belakanagan semakin gencar menyuarakan pemisahan dari provinsi Aceh tidak penulis sorot dari optik aktor utama dan kepentingan siapa di balik pergerakan tersebut. Akan tetapi menarik dibicarakan upaya Simbolisasai Islam yang ternyata tidak menjadi sihir yang ampuh untuk merangkul seluruh masyarakat aceh yang notabenenya bergama islam.
Penting dipertanyakan, apakah masyarakat Aceh yang semakin hari semakin cerdas hingga tidak mau tertipu oleh simbolisasi agama? Ataukah anggapan masyarakat Aceh yang religius tidak relevan lagi untuk saat ini?
Bercermin kebelakang, secara sosiologis historis Aceh adalah provinsi dengan masyarakat penganut islam taat di Indonesia. Hingga tidak heran bila Aceh lebih dikenal sebagai bumi serambi mekah. Keberadaan Islam di Aceh tercatat telah berjaya sejak kesultanan Ali Mughayatsyah (1513-1528 M) yang kemudian di teruskan oleh raja-raja lain hingga kerajaan Aceh Darussalam di bawah kesultanan Iskandar Muda(1607-1636 M) yang tercatat sebagai puncak kejayaan Aceh di bawah payung keIslaman saat itu. Belakangan setelah Aceh bergabung dibawah payung NKRI, dengan pengesahan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh yang merupakan hasil dari perundingan MoU antara pihak RI dan GAM di Helsinki pada tanggal 15 Agustus 2005 merupakan formalisasi secara de jure terhadap kekhususan pemerintahan Aceh secara otonom.
Jauh sebelum itu Aceh juga telah di istimewakan melalui UU Nomor 44 Tahun 1999 yang merupakan turunan dari UUD 1945 pasal (18b) ayat 2 tentang pengakuan pusat terhadap kekususan suatu daerah. Maka lempanglah jalan menuju perwujudan cita-cita untuk Aceh baru, akan tetapi kecerian ini hanya sebatas utopia, layar yang diberikan untuk mengarungi samudra demi masa depan Aceh yang baru koyak di terjang badai penolakan dari masyarakat Aceh itu sendiri, yang menganggap Bendera dan lembaga Wali Nanggroe (LWN) diskriminatif dan sarat kepentingan.
            Simbolisasi agama pada bendera, dan burak pada lambang Aceh, sepertinya tidak selamanya dianggap sebagai suatu yang harus di patuhi dan dituruti lagi. Meskipun ada upaya pengkultusan dan membuat sebagian masyarakat fanatik terhadap simbolisasi agama, namun perlu digaris bawahi tidak ada keharusan menuruti simbolisasi agama yang merupakan produk politik apalagi ditenggai berbau kepentingan. Lambannya pemerintah Aceh dalam mewujudkan visi dan misi politiknya saat kampanye meningkatkan intensitas perasaan kecewa dan pesimis masyarakat Aceh terhadap keberpihakan pemerintah pada masyarakat. Disamping itu pemerintah juga terkesan terjebak dalam perangkap mengejar kepentingan kelompok dan abai terhadap kesejahteraan rakyat.
Simbolisasi adalah upaya pengkultusan secara tidak langsung oleh pemerintahan dengan cara merekontruksi pemikiran masyarakat untuh patuh pada simbol agama dan berupaya menutup masyarakat berfikir rasional terhadap perkembangan politik yang penuh dengan lembah kecurangan. Untuk menghindari hal demikian masyarakat harus cerdas menganalisa keadaan dan jangan lagi terjebak pada kesalahan yang sama. Munawarliza selaku mantan juru runding GAM, secara keras mengkritisi terkait sejumlah pos anggaran dalam APBA yang diusulkan DPRA Aceh ditolak disahkan Mendagri. Karna menurutnya sarat dengan kepentingan sekelompok orang bukan untuk rakyat Aceh (Serambi 0/9/2013). Oleh karena Islamisasi simbol adalah cara klasik yang bertujuan untuk kepentingan kelompok. Hal ini pernah di praktekkan sebelum orde baru dimana Masyumi dan NU  menguasai perpolitikan saat itu. Maka seiring bergulirnya waktu masyarakat semakin cerdas dan ini bias dibuktikan sekarang,  partai-partai yang berideologi Islam tidak menjadi pilihan bagi masyarakat islam itu sendiri. Karna upaya islam politik tidak lagi relevan di parktekkan untuk zaman sekarang, desakralisasi agama dari simbol kepentingan adalah sebuah keharusan agar terwujudnya politik yang sehat dan jauh dari pengkultusan dan kefanatikan yang memperburuk citra perpolitikan umat Islam itu sendiri. Disamping itu fakta empiris juga merekam bahwa politik tak terpengaruhi lagi oleh agama atau tokoh agama yang bergeming dalam partai tersebut. Kemenangan Jokowi atas Gumawan Fauzi dan kekalahan Kofifah atas  Soekarwo cukup memberi kita pelajaran terhadap keterbukaan dan penyucian agama dari partai yang belum tentu suci sesuci agama.
Irwan Saputra, Mahasiswa Hukum Pidana Islam, di Fakultas Syari`ah IAIN Ar-Raniry, Banda Aceh.
Email: Irwanasmanisa91@gmail.com

Sekularisasi Dalam Pemikiran Nurchalis Majid

Sekularisasi Dalam Pemikiran Nurchalis Madjid 
Nurchalish Madjid akrab dikenal dengan sapaan Cak Nur. ia dianggap sebagai pemikir Islam yang beraliran modernis, atau neo modernis yang memperkenalkan istilah sekularisasi yang menurutnya berbeda dengan sekularisme.[1]
Nurchalis sebagai pemikir dengan gagasan pembaruannya dan ide sekularis yang mengusung dan mengedepankan kebebasan berpikir untuk menghindari umat muslim agar terhindar dari kejumudan dan dekadensi pemikiran yang sangat terpaku pada kitab kuning dan para pemuka agama.
Makalah ini mencoba menerawang sekularisasi dalam pemikiran Nurchalish Madjid yang hingga saat ini masih diperdebatkan.
Nurchalish Madjid adalah nama yang didapatkan oleh Nurchalish sendiri saat berusia 6 (enam) tahun, setelah sebelumnya bernama Abdul Malik. Perubahan namanya dilatarbelakangi oleh kondisi badannya yang sering sakit-sakitan dan dianggap keberatan nama(menurut tradisi Jawa).[2]
Nurcholish lahir di Mojoanyar, Jombang tanggal 17 Maret 1939. Ayahnya bernama Abdul Madjid yang merupakan seorang santri beraliran NU dan ibunya Hj. Fathanah. latar belakang sosialnya di lingkungan pesantren dengan suasana NU-nya yang masih abangan.[3]
Semasa kecil Nuchalish bersekolah di madrasah yang dimiliki oleh orang Masyumi, yang waktu itu adalah lawan dari basis dan kancah pengaruh NU. Di perguruan tinggi Nurchalish masuk IAIN Jakarta, kemudian bergabung dalam sebuah organisasi kepemudaan yang besar, yang merepresentasikan dari sikap kepemudaan di Indonesia saat itu dan menjadi ketua umumnya selama dua periode di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)
Di sinilah pergeseran pemikiran Nurchalish ke arah Islam yang lebih progresif terjadi. Di HMI Nurchalis menjadi perintis dari pemikiran Sularso ketua umum HMI Yogyakarta yang sering bentrok dengan orang-orang Masyumi. Ia terkenal karena pertentangannya, yang  berbeda dalam menilai keadaan, permasalahan, dan pandangannya terhadap cita-cita bersama dengan kawannya yang lain seperti Dawam Rahadjo, Djoko Prasodjo, Djohan, Mansur Hamid, dan lainnya.[4]
 Sekuler berasal dari kata “saeculum” yang berarti dunia atau masa kini (the presentage).[5] Istilah ini populer sejak pidatonya yang ditampilkan di TIM (Taman Ismail Marzuki) untuk keperluan forum antar pemuda pada tanggal 02 Januari 1970. Pidato yang diambil dari makalah pemikirannya menimbulkan beragam reaksi atas pemilihan kata-kata yang disampaikannya, seperti sekularisasi, desakralisasi, sosialisme, idea of progress, dan lain sebagainya. Sejak media cetak memuat pidatonya secara utuh, pemikiran dan ide pembaharuan Nurcholish menjadi perbicangan. 
 Dalam setiap diskusi, Nurchalish lebih sering memakai istilah desakralisasi untuk menyerukan pada umat muslim untuk berhenti dari kebiasaannya menyucikan suatu agama, yang memang tidak suci dan berkembang bentuknya menjadi organisasi dan partai-partai. Partai Islam disamakan menjadi agama. Istilah ini juga didampingi oleh ‘sakralisasi’ untuk menggambarkan umat islam yang tengah keluar dari tauhid, juga untuk mulai bisa membedakan, apa yang seharusnya bersifat duniawi dan yang bukan, memandang modernisme bukan sebagai westernisasi, modernisasi sebagai gejala global yang tidak bisa dihindari.
Sekularisasi yang di usung Nurchalish berbeda dengan sekularisme. Tidak dimaksudkan untuk mengubah kaum muslim menjadi umat yang sekularis, tapi hanya berusaha untuk kembali men-duniawikan nilai-nilai yang sudah bersifat duniawi, dan melepaskan umat Islam dari kecenderungan untuk meng-ukhrawikannya.[6] Sekularisasi tidak dimaksudkan sebagai penerapan sekularisme yang merupakan sebuah paham tersendiri dengan fungsi hampir mendekati agama.[7]
Bagi Nurchalis beritjihad bisa dilakukan oleh siapapun asal ditunjang dengan ilmu, akal, sumber, dan metode yang tepat untuk menghasilkan sebuah keputusan atau pandangan dalam mengahadapi dunia modern. Selain Masyumi yang fundamental Nurchalis juga menolak muhamadiyah yang begitu modern, ia berusaha untuk berdiri di antara dua itu, mempertahankan sesuatu yang fundamental, tapi terbuka pada kemodernan, percaya pada masa depan.
Sekularisasi adalah menyerahkan segala urusan kehidupan sosial dan politik kepada seseorang yang betul-betul handal di bidangnya, tanpa terpengaruh oleh  latar belakang agama apa yang dianutnya. Maka dari itu ia juga mendukung beberapa tesis dari para pemikir Islam klasik seperti Ibn Taymiyyah bahwa Muhammad bukanlah seorang imam, tapi seorang utusan tuhan. Seperti yang dijelaskan oleh Ibn Taymiyah perbedaan antara ketaatan kepada utusan Tuhan dan ketaatan pada imam:
“jika dikatakan bahwa Nabi Muhammad ditaati karena beliau adalah seorang imam sebagai implikasi dari kerasulannya, gagasan demikian tidak berpengaruh, sebab secara sederhana kerasulan beliau saja sudah cukup memberi beliau hak untuk ditaati. Hal ini berbeda dengan imam, karena sesorang dapat menjadi imam karena pangkatnya yang letnan guna menjalankan kekuasannya. Jika tidak, ia akan sama saja dengan ilmuwan atau agamawan biasa”[8]
Maka dari itu, Nurcholish membuat disertasinya di Universitas Chicago yang berjudul Ibn Taymiyya on Kalam and Falsafah: A Problem of Reason andRevolution in Islam, dibawah bimbingan Doktor Fazlur Rahman.
Nurchalish juga mendukung pemikiran Hatta. yang dalam posisinya sebagai seorang sosialis dengan lingkungan keluarga sufisme Islam kuat, melihat tidak perlunya didirikan sebuah negara dengan landasan resminya sebuah agama. Yang terpenting adalah substansinya yang harus diperjuangkan dalam kegiatan bernegara.[9]
Pada tanggal 21 Oktober 1992, gema sekulerisasi semakin dipertegas dengan pernyataannya atas penolakan terhadap negara islam dan slogan ‘islam yes, partai islam no’ yang dikemukakannya dua puluh tahun sebelum itu. Ia mengemban misi untuk menjadikan Islam kembali sebagai agama yang universal, tidak eksklusif dan terikat pada sistem kepartaian dan organisasi.
Di awal orde baru, Ia tetap menjunjung kebebasan berfikir, menolak terhadap pengkultusan partai-partai islam yang tidak visioner, cenderung takut pada masa depan, dan terkesan tidak menghargai sejarah, tidak percaya pada masa lalu islam yang pernah bangkit dari puing-puing sisa peradaban bangsa lain seperti Yunani dan Romawi.
Ide penolakan Negara Islam ini sudah muncul sehari setelah hari kemerdekaan, di saat terjadi polemik antar kalangan Nasionalis muslim dan naionalis sekuler yang tengah merumuskan ideologi dan pedoman bangsa, Pancasila, UUD 1945, atau Piagam Jakarta.       Dukungannya terhadap sekulerisasi terlihat juga pada penolakan didirikannya Departemen Agama pada September 1945. Penolakan tersebut dikarenakan bahwa dengan di dirikannya departemen ini hanya untuk menegaskan secara tersirat pada seluruh masyarakat Indonesia bahwa Islam adalah agama negara Republik ini.[10] Nurchalish menginginkan departemen ini berubah nama menjadi Departemen Keagamaan karena berarti departemen menjadi milik bersama kepunyaan agama-agama yang diakui secara resmi di Indonesia. Ia sangat menekankan adanya toleransi antar umat demi keberagaman pemikiran yang kaya dan diharapkan umat muslim bisa menjadi lebih terbuka dalam menghadapi perbedaan dan lebih bijak dalam berfikir untuk menghindari kejumudan.
Maka, sosok Nurchalish, adalah  seorang pemikir yang berani keluar dari pemikiran mainstream umat muslim lainnya. Di faktori kejumudan dan stagnansi kemajuan saat itu. Ia mengusung ide sekularisasi untuk menolak pemikiran yang eksklusif dan terikat pada sistem kepartaian dan organisasi yang disandingkan dengan agama. kegiatan keorganisasian di HMI, petualangan intelektualnya di Benua Amerika untuk menyelesaikan kuliah doktoralnya di Universitas Chicago dan menjadi doktor di bidang Ilmu Politik membuatnya dikenal sebagai pemikir pembaharu yang konsisten.***


[1]Adian Husaini, dan Nuim Hidayat.  Islam Liberal: Sejarah, Konsepsi, Penyimpangan, dan Jawabannya. (Jakarta: Gema Insani. 2004). Hlm. 30
[2]Ahmad Gaus. Api Islam Nurcholish Madjid: JalanHidup seorang visioner. (Jakarta: Kompas. 2010) hlm.2
[3]Abangan adalah atau kaum abangan adalah mereka yang memeluk agama Islam di  pedesaan tapi tidak sempurna dalam menjalankan perintahagamanya.
[4]Djohan Efendi dan Ismed Natsir. PergerakanPemikiran Islam: Catatan Harian Ahmad Wahib. (Jakarta: LP3ES. 1981) hlm 147
[5] Ibid, hlm. 82
[6]  Husaini, Islam Liberal: Sejarah, Konsepsi, Penyimpangan, dan Jawabannya....hlm. 56.
[7] Nurcholish Madjid. Islam Kemodernan dan Keindonesiaan. (Bandung: Mizan Pustaka. 2008), hlm. 249.
[8] Nurcholish Madjid. Islam Agama Kemanusiaan. (Jakarta: Paramadina. 199). hlm 17.
[9]Ahmad Gaus. Api Islam Nurcholish Madjid: JalanHidup seorang visioner... hlm. 147.
[10]Ibid,..hlm. 109.


Thursday, August 22, 2013

Lucunya Hukum Negeri Ini

Lucunya Hukum Negeri Ini

Miris jika melihat sepak terjang hukum di indonesia. Hukum yang eksistensinya diharapkan dapat memberi rasa aman, ketentraman, kenyamanan dan keadilan malah menjadi bomerang  seperti api dalam sekam, Indonesia seperti Negara tanpa ideologi. Pancasila yang merupakan ideologi dasar Negara seperti tinggal nama saja. sila kelima yang menyatakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia  hanya kamuflase isapan jempol belaka, paradoksial ini malah semakin menjadi dengan meningkatnya  indeks kriminalitas dan KKN di Negara kepulauan ini.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki 33 propinsi dengan etnis dan latar belakang budaya yang berbeda, dan tak heran jika indonesia adalah negara yang terbilang kaya akan budaya dan sumberdaya alam yang melimpah, perbedaan bukanlah jurang pemisah yang bisa menghambat pertumbuhan negara, dengan berideologi pancasila dan semboyan bersatu kita teguh bercerai kita runtuh adalah  sugesti yang mematikan diharapkan bisa menyatukan sabang hingga meuroke, kriminalisasi, KKN, adalah citra budaya ini dimata dunia yang berimplikasi pada kemajuan negarayang dicita-citakan. persoalan ini kian hari kian menunjukkan grafik yang drastis meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, indeks korupsi yang kian bertambah kian menggorogoti indonesia yang sudah diambang pintu kegagalan sebagai negara
Semua unsur kejahatan dasarnya tidak boleh disembunyikan dan harus diungkapkan dan dilaporkan pada pihak yang berwenang. dan bagi yang merahasiakannya dengan sengaja dikenai sanksi pidana sesuai undang-undang yang berlaku, namun apa lacur mentalitas elit dinegara ini terlanjur menganak emaskan kebohongan dan menganak tirikan kejujuran yang telah menimbulkan dampak katarsitas antara kedua kubu yang beriideologi berlawanan bak menjelang laga el-clasico yang digembur-gemburkan di media.
Sejatinya indonesia yang merupakan negara yang berdaulat mensyukuri dengan adanya warga  pencinta kebenaran ini, karna itu merupakan acungan jempol terhadap ketidak setujuannya terhadap pernyataan Azumardi Azra (10/11/2009) yang terlalu berlebihan dalam pidato kebudayaannya. Azumardi Azra mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah ini  membeberkan buruk rupa manusia dan kebudayaan indonesia, secara ringkas ia menyatakan watak lemah bangsa indonesia “ munafik, asal bapak senang(ABS), tidak mau bertanggung jawab, sikap feodal, irasionalitas tidak punya pendirian, KKN Dll. Sedikitnya dapat terbantahkan bahwasanya watak orang indonesia tidak semua seburuk yang digambarkan oleh azumardi Azra. Namun nasib tidak berpihak pada  insan pembela kebenaran ini, faktanya setiap pelapor baik itu dari korban sendiri maupun saksi mata tak ubah seperti mengantarkan diri dalam mulut harimau, se hingga terhadap kasus yang dilihatnya atau yang dialaminya lebih memilih diam ketimbang melanjutkan  hasratnya sebagai warga yang baik, dan jadilah  negara ini surga bagi  para perusak dan perusuh.

Stigmasi hukum berpihak pada orang besar kiranya ada benarnya dengan melihat sikap inkonsisten dari aparat penegak hukum dalam membongkar kasus yang dilaporkan dan juga  lebih melihat pada  tolak  ukur nama dan jabatan si pelapor dan siterlapor tersebut, sehingga pelapor yang sejatinya adalah whistle blower ini merasa melaporkan kasus adalah sebuah kenaifan lantaran tak ada jaminan untuk mereka. UU no 13 pasal 10 Tahun 2006 tentang lembaga perlindungan saksi korban, tidak berperan aktif  dan masih sarat dengan intervensi elit. Dalam UU No 13 ayat 1 tahun 2006 di tegaskan bahwa, saksi korban dan pelapor tidak dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata atas laporan kesaksian yang akan sedang atau telah diberikannya, namun dilapangan paradoksial, lantaran hukum tidak berpihak pada yang benar dan hanya berpihak pada yang menang.  Padahal jika subtansi UU LPSK  dijalankan sesuai fungsinya, mungkin takkan ada lagi KKN dan kejahatan lain merajalela di bumi pertiwi ini dan semangat Jihat untuk melaporpun akan tumbuh bagai jamur disiram hujan.  Din Syamsudin(16/6/2011) menilai indikasi negara menuju arah kebangkrutan semakin terlihat tatkala undang-undang dan negara seakan melegitimasi tindak korupsi. “ ini sungguh memprihatinkan. Inilah yang kita hadapi. Situasi kebangsaan yang menuju kebangkrutan . yang paling bahaya adalah korupsi dikuasai negara ,” ujar Din
sejak zaman Soeharto hingga sekarang belum ada yang mampu memunahkan  penyakit kronis itu untuk kesembuhan Indonesia yang semakin menderita. Para peniup peluit kebenaran juga demikian mulai dari disekolahkan (diculik pada renzim soeharto) sampai sekarang dikucilkan, di musuhi oleh lingkungn sekitarnya dan bahkan dibunuh. Hak-hak mereka sebagai mana diatur dalam UU LPSK di abaikan dan dijadikan santapan empuk sebagai tumbal dan pemutus mata rantai dari jeratan hukum.
Susno Duadji yang merupakan pelapor adanya mafia hukum, justru dijerat dengan kasus suap dan penyalah gunaan wewenang, ia divonis 3,5 Tahun penjara
Siami yang merupakan pelapor kasus kecurangan UN di SDN Gadel Surabaya justru di Usir oleh warga setempat
Irma winda lubis melapor ke Komnas perlindungan anak karena anaknya dipaksa membagikan jawaban soal kepada Teman- temannya, saat ini anaknya diperlakukan tidak baik oleh pihak sekolah,
Agus Condro mantan politikus PDI-P yang melaporkan kasus suap dalam pemilihan Deputi gubernur senior BI Miranda S. Goelthom, justru divonis penjara 1 Tahun 3 bulan dan,
Wa ode nurhayati  politikus PAN ini semula ia yang melaporkan dengan adanya calo di BANGAR (badan anggaran) DPR justru dituduh menerima suap. Dan banyak kasus lain yang tak mungkin penulis sebutkan semuanya. Fakta ini sangat berbanding terbalik dengan mereka yang sudah melakukan delik namun tetap tak mampu dijangkau oleh hukum, Angelina Sodakh misalnya, mantan istri almarhum Adji massaid, yang merupakan politisi partai demokrat  namanya gencar disebut oleh Nazaruddin mantan Bendahara partai demokrat. Politisi cantik yang juga anggota DPR-RI ini juga terlibat dalam kasus proyek Wisma Atlet,  Anas Urbaningrum ketua PB demokrat ini adalah aktor utama dibalik semua itu, baik kasus wisma Atlet juga kasus pemakaian dana APBN untuk biaya kampanyenya semasa menjadi calon ketua PB demokrat ujar Nazaruddin tapi yang lebih anehnya lagi semua ucapan Nazarudin itu dianggap hanya halusinasi saja karena gejolak jiwa yang salalu tertekan terhadap dirinya Ujar Anas urbaningrum, lain halnya Dengan dosen di sebuah Universitas ternama di Indonesia ini. Andi Nurpati, yang  juga politisi demokrat yang terlibat kasus pemalsuan surat MK malah dibebaskan dan tak ada cekalan dan status apapun melekat padanya, melihat keadaan ini George Andi chondro sutjipto sosiolog senior ini angkat bicara saat diwawancarai oleh tabloit The politic. Ia menyatakan bahwa partai demokrat adalah partainya para pencuri, buktinya yang  berkasus sekarang hampir bisa dibilang adalah kader dari partai biru langit ini. Dan nyatalah sudah hukum belum berpihak pada masyarakat biasa.
Pakar hukum UI Andi Hamzah menegaskan pelapor kasus mestinya dilindungi secara fisik dan hukum, ini sudah di terapkan Di Belanda dan di Italia disana seseorang yang dijadikan saksi mahkota jika berhasil membongkar mafia kata Andi (16/6) bulan lalu. Andi menilai penegak hukum indonesia belum mengerti soal UU no 13/2006 Tentang LPSK selain itu LPSK tidak bisa bekerja dengan baik karena orang-orang kurang berkompeten. LPSK seharusnya selain terdiri dari orang-orang yang jujur juga di isi ahli hukum tegasnya. Wallahu`alam bissawab