Saturday, March 28, 2015

Realisasi E-KTP Minim, Jaringan Dituding



Ilustrasi
Disdukcapil Abdya hanya mampu mencetak lima lembar e-KTP dalam sehari. Jaringan lelet di siang hari dijadikan alasan. Ogah lembur malam hari.

Irwan Saputra

Sebagai Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, M. Nasir G boleh dikatakan lihai berkelit. Minimnya realisasi E-KTP di Abdya, dinilainya lantaran rendahnya kapasitas jaringan yang tersedia. Ketersediaan bandwithd internet, katanya, sangat kecil sehingga menyulitkan proses up load data hasil perekaman.
Menurut Nasir, mereka menggunakan jaringan Indosat sesuai intruksi pusat. Jika di Aceh Selatan mendapat bandwithd 1 Megabyte (MB) per second untuk dua saluran, katanya, Abdya hanya 1 MB untuk 16 saluran. Jadi sangat kecil, ini rata-rata pagi kami hanya bisa cetak lima lembar, kalau malam bisa kami cetak seratus lembar, kata Nasir, Senin pekan lalu.
Tapi karena alasan tak ada anggaran untuk lembur, maka pihaknya tak berkerja malam hari. Imbasnya, baru sekitar 60 persen warga Abdya yang telah mengantongi KTP elektronik saat ini. Selebihnya masih memakai KTP lama atau bahkan tidak lagi memiliki KTP, karena kadaluarsa.
Kata Nasir, kecilnya kouta internet tidak hanya dialami Abdya. Tapi juga  Kabupaten Nagan Raya, Aceh Barat, dan Singkil.  M. Nasir sendiri tidak mengetahui kenapa jaringan di sana lelet. Dari delapan kecamatan, katanya, hanya satu diantaranya yakni Kecamatan Blang Pidie, yang memiliki jaringan cukup baik. “Saya tidak tahu kenapa Kecamatan Blang Pidie bagus jaringan internetnya, mungkin karena pusat kota dan dekat dengan kantor kita. Untuk warga Blang Pidie, kami bisa mencetak dalam sehari. Tapi untuk kecamatan lain bisa sampai berbulan-bulan,” katanya.

Menurut Nasir, proses perekaman data masyarakat dilakukan di kecamatan. Setelah melakukan perekaman di kantor kecamatan, datanya lantas dikirim ke pusat. Nah dari pusat ini dikirim ke kita,” paparnya. Untuk persoalan ini, Nasir berniat untuk mendatangi kantor Administrasi Kependudukan (Adminduk) di Kementrian Dalam Negeri di Jakarta. “Ini saya rencana mau ke Jakarta, mau tanya kenapa jaringan untuk Abdya kecil,” katanya.
Sebagai penyedia jasa, Indosat jelas membantah pengakuan Nasir tersebut. Rizal Fahmi, S.Kom Teknisi Bidang e-KTP Regional Aceh mengatakan, untuk urusan jaringan mereka memberikan kouta Bandwidth (disebut juga Data Transfer atau Site Traffic) yang sama untuk setiap daerah. “Intruksi dari pusat (Kementrian Dalam Negeri) yaitu 1 MB jaringan untuk kantor Dinas, 256 kbps untuk jaringan di kecamatan. “Tidak mungkin kecil, bagaimana mungkin kecil,” jelas  Rizal Fahmi pada media ini Jumat pekan lalu.
M. Nasir
Memang pihaknya tidak menampik jika jaringan terkadang bermasalah. Namun, masalah di lapangan tidak hanya karena jaringan, terkadang juga masalah di server, seperti kerusakan mesin perekam data. “Kalau di server kan bukan tanggung jawab Indosat lagi, server itu tanggung jawab adminduk,” tambah Rizal.
Masih menurut Rizal, jika benar itu karena gangguan jaringan pihaknya akan segera memperbaiki bila ada laporan. Tapi menurutnya, Kabupaten Aceh Barat Daya tidak melaporkan keluhan tentang jaringan.Pernah ada masalah, seperti di Semeulu dan Gayo Luwes tapi begitu dapat informasi kami langsung ke lapangan untuk memperbaiki jaringan. Tapi Abdya kok tidak pernah melaporkan keluhan kepada kami, lagian kami juga mengontrolnya selalu melalui monitor,” tuturnya.
”Kalau kepala Dinas Abdya tidak melapor ke Indosat, bisa juga melapor ke Adminduk di Jakarta, toh mereka nanti juga akan melapor pada kita untuk diperbaiki.
Rizal menambahkan, jaringan yang disediakan untuk e-KTP sebetulnya berbeda dengan jaringan seluler, yang hanya menggunakan pemancar radio. Khusus untuk jaringan e-KTP pihaknya memakai sistem VSAT (Very Small Aperture Terminal), jadi langsung terhubung ke satelit, sehingga jaringannya jarang terganggu. “Jaringan seluler Indosat memang sulit di daerah, karena tidak menggunakan VSAT, beda dengan jaringan yang kita sediakan untuk pembuatan e-KTP. Kita pakai Vsat yang langsung menghubungkan antara jaringan satelit-ke satelit sehingga jaringannya sama seluruh indonesia,jelas Rizal.
Very Small Aperture Terminal yang merupakan stasiun penerima sinyal, dari satelit dengan antena penerima berbentuk piringan dengan diameter kurang dari tiga meter. Fungsi utama dari Vsat adalah untuk menerima dan mengirim data ke satelit. Sedangkan satelit berfungsi sebagai penerus sinyal untuk dikirimkan ke titik lainnya di atas permukaan bumi, “Jadi tidak mungkin jaringan kecil untuk Abdya,” timpalnya.
Apapun itu alasannya, masyarakat Abdya telah begitu jenuh berurusan untuk pembuatan e-KTP di daerahnya. Karena hingga saat ini masih banyak masyarakat yang belum mendapatkan e-KTP seperti yang diharap. ”Kita bisa terima kalau ada kerusakan mesin, atau jaringan, tapi menjadi aneh kalau kendala itu bertahun-tahun seperti ini” kata Husein Jamali, warga Abdya pada media ini Senin pekan lalu.***


Sumber : Tabloid Modus Aceh

Nasib Miris Pasien Tanpa KTP Elektronik


Ilustrasi
Meski sudah menjadi urusan daerah, proses pembuatan E-KTP tetap tak mudah. Di Abdya, masih begitu banyak masyarakat yang belum memiliki identitas kewarga negaraan. Ini sangat menyulitkan warga yang sedang sakit.

Irwan Saputra

            Duduk di sudut lobi Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Aceh Barat Daya, Erni, sabar menanti namanya dipanggil petugas. Sesekali, ia belai kepala putranya yang terlihat rewel. Maklum, hari itu, Disdukcapil Abdya sedang dipadati pengujung dengan beragam tujuan. Suasana riuh membuat anaknya yang masih balita, gerah.
            Seperti warga lainnya, wanita 25 tahun itu datang untuk mengurus dokumen administrasi kependudukan. “KTP abang saya. Dia sedang terbaring di rumah sakit, jadi saya yang harus mengurusnya,” kata Erni saat bincang-bincang dengan MODUS ACEH, Senin pekan lalu.
            Erni memang terpaksa mengambil alih urusan pembuatan KTP saudara kandungnya tersebut. Itu sebabnya, hampir satu bulan dia mondar-mandir rumah sakit-Disdukcapil untuk sebuah identitas kependudukan.
            Tak hanya itu, Erni harus melakukan ini lantaran mereka hanya dua bersaudara. Praktis tidak ada orang lain yang bisa diharapkan. Ismail, abang kandung Erni, terbaring di rumah sakit sejak sebulan yang lalu. Yang jadi soal, tanpa KTP, mereka tak mendapat pelayanan kesehatan yang dicover pemerintah. “Ini yang sangat menyulitkan. Di tengah himpitan ekonomi, kami harus mencari biaya lagi untuk obat-obatan,” katanya lirih.
            Menurut Erni, jauh hari sebetulnya Ismail sudah mengurus pembuatan KTP tersebut. Apalagi, sejak enam bulan lalu, kata Erni, KTP Ismail memang sudah tak berlaku lagi. Sesuai anjuran pemerintah, setiap warga negara harus melakukan perekaman ulang data untuk KTP Elektronik. “Tapi proses terbitnya e-KTP itu sangat lama hingga akhirnya abang saya jatuh sakit,” kata Erni.
***
E-KTP atau KTP Elektronik adalah program prestisius pemerintah pusat. Ini sudah dicanangkan sejak 2011 melalui Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia. Pada 2014 lalu, urusan ini sudah dilimpahkan ke kabupaten/kota. Karena itu, semestinya proses pembuatan e-KTP jadi lebih mudah.
Faktanya, masih begitu banyak masyarakat yang belum memiliki KTP elektronik. Parahnya lagi, KTP yang mereka miliki saat ini sudah kadaluarsa. Untuk melakukan perpanjangan juga sangat lama.
Mantan Keuchik Blang Panyang, Kecamatan Kuala Batee, Abdya, Husen Jamali mengaku sudah jenuh dengan urusan pembuatan KTP ini. Sejak Januari 2015 lalu, dia sudah menerima aneka alasan dari dinas terkait. “Ada saja alasannya. Kesalahan mengimput data di Kantor Camat lah, minimnya bandwithd internet, hingga kerusakan mesin perekam,” katanya.
Karena penantian yang berujung jenuh ini, banyak warga akhirnya tidak mau berurusan lagi dengan petugas di Kantor Disdukcapil. Mereka pasrah menunggu meski harus menjalani hari tanpa identitas. “Mereka seperti tidak ikhlas membantu masyarakat membuat e-KTP, masak sudah lima tahun masih belum siap-siap,kata Husen Jamali, Senin pekan lalu.
Agus Munis, pemuda Gampoeng Blang Panyang memilih untuk tidak memperpanjang masa berlaku KTP non elektroniknya, karena perekaman data e-KTP di Kantor Camat Kuala Batee sudah dilakukannya sejak 2013. Sedangkan untuk menyambung masa berlaku KTP non elektronik memakan waktu beberapa hari kerja, bahkan sampai sebulan.
“Kalau saya bolak-balik ke kantor kependudukan kapan saya kerja, biar saya tunggu saja e-KTP, terserah kapan keluarnya,” katanya.
Ihwal ruwetnya pengurusan KTP di Disdukcapil Abdya juga diakui Sulaiman, warga Kecamatan Kuala Batee. Kenyataan itu bahkan sempat membuat Sulaiman naik pitam. Alhasil dia pernah membentak petugas pembuatan KTP di Disdukcapil, karena untuk memperpanjang masa beralaku KTPnya dia diminta untuk menunggu selama dua minggu. “Tidak mau saya tunggu,” ujarnya.
Rupanya cara-cara kasar terkadang dibutuhkan untuk merangsang etos kerja aparatur di sana. Hasilnya cukup positif. Satu jam menunggu KTPnya bisa dibawa pulang,” katanya.
            Camat Kuala Batee, Khairuman saat ditemui media ini di kantornya mengakui bahwa warga Kuala Batee banyak yang mengeluh karena belum mendapatkan e-KTP. Ia menjelaskan, ini dikarenakan kesalahan ketika menginput data, sehingga data e-KTP yang sudah dicetak di pusat, terpaksa dikembalikan karena banyak yang salah.
            “Kalau dulukan kita berhubungan dengan pusat, tapi sekarang sudah bisa cetak di daerah, jadi kalau sudah perekaman data di kantor camat bisa langsung cetak sehari siap di kantor Disdukcapil, dengan membawa persyaratan seperti surat rekomendasi telah melakukan perekaman data dari kita, fotocopy KK (kartu keluarga) dan fotocopy slip pembayaran pajak bumi,” ujarnya, Senin pekan lalu.
Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) M. Nasir G Yang dikonfirmasi media ini membantah jika banyak masyarakat Abdya yang mengeluh. Dia balik menilai, justru masyarakat yang tidak mau berhubungan dengan pihaknya atau masyarakat yang tidak tahu prosedurnya.
”Sekarangkan sudah mudah, usai perekaman di kantor camat tinggal kita print saja, kalau belum melakukan perekaman, maka harus melakukan perekaman dulu mungkin akan memakan waktu 14 hari karena datanya kita kirim ke Jakarta untuk diinput,” katanya, Selasa pekan lalu.
Tapi Nasir juga beralasan jika pihaknya memiliki kendala. Ketersediaan bandwithd internet, katanya, sangat kecil sehingga menyulitkan proses up load data. Menurut Nasir, mereka menggunakan jaringan Indosat sesuai intruksi pusat. Jika di Aceh Selatan mendapat bandwithd 1 Megabyte (MB) per second untuk dua saluran, Abdya hanya 1 MB untuk 16 saluran.
Jadi sangat kecil, ini rata-rata pagi kami hanya bisa cetak lima lembar, kalau malam bisa kami cetak seratus lembar, katanya. Tapi karena alasan tak ada anggaran untuk lembur, maka pihaknya tak berkerja malam hari.
Nasir menambahkan, diantara sembilan kecamatan di Kabupaten Abdya hanya Kecamatan Blang Pidie yang jaringannya cukup bagus. Ia mengaku kalau untuk kecamatan lain harus menunggu hingga empat belas hari, namun khusus Kecamatan Blang Pidie bisa siap sehari. “Saya juga tidak tahu kenapa Kecamatan Blang Pidie bisa siap sehari, saya juga mau tanya ke pusat kenapa demikian,” tutupnya.
Namun, pengakuan Nasir dibantah Camat Kecamatan Blang Pidie Adnan, SH. Kepada media ini  dia mengaku warga di kecamatannya masih mengeluh karena e-KTP tak kunjung selesai. “Tidak, masyarakat saya masih banyak yang belum mendapatkan e-KTP buktinya mereka masih mengeluh pada saya karena belum siap e-KTPnya,” katanya pada media ini Selasa pekan lalu.
Pengakuan terkait kecilnya kuota jaringan seperti yang diakui Kepala Disdukcapil Abdya M. Nasir G, SH juga dibantah pihak Indosat (Baca: Realisasai e-KTP Minim, Jaringan Dituding). Teknisi e-KTP Regional Aceh, Rizal Fahmi, S.Kom, yang ditemui media ini mengaku semua kabupaten/kota di Aceh bandwidthnya sama, yaitu 1 MB untuk Disdukcapil, 256 Kilobyte untuk kecamatan. “Itu intruksi dari pusat,” ujar Rizal yang ditemani Afwan, Fahrurrazi, S,Kom, Jum`at Pekan lalu.***


Sumber: Tabloid Modus Aceh