Thursday, August 22, 2013
Mahasiswa Sjs Pertanyakan Qanun Acara Jinayah ke DPRA
Mahasiswa Sjs Pertanyakan
Qanun Acara Jinayah ke DPRA
Mahasiswa SJS di DPRA |
Banda Aceh – Puluhan Mahasiswa
Fakultas Syariah IAIN Ar-Raniry jurusan SJS (syariah jinayah was siasah), yang
bergabung dengan perwakilan BEM Universitas Serambi Mekah. Rabu (25/5/2013),
berkunjung ke kantor DPRA dalam rangka mempertanyakan konsekuensi Qanun syariat
islam di Aceh, serta
mendiskusikan dengan pihak legislatif Aceh terkait dengan proses pembuatan
qanun serta mandegnya pengimplementasian qanun di Aceh. Kunjungan mahasiswa
yang dampingi langsung pembantu dekan III Khairani S.Ag, MA.
Disambut langsung secara terbuka oleh ketua badan legislatif DPRA, Abdullah
Saleh, Meski ini baru pertama terjadi akan tetapi pihak DPRA merasa senang
dengan kunjungan ini. “Baru kali ini dan merupakan hal yang menarik dimana kita
memberitahukan persoalan tentang pembahasan qanun," ujarnya.
Dalam pertemuan tersebut, mahasiswa bergantian memberi pertanyaan
terkait proses pembuatan Qanun dan keberadaan Qanun jinayat yang sampai
sekarang belum ada pengesahannya, padahal qanun ini sebagaimana di ketahui
sudah semenjak tahun 2011 silam masuk prolegnas. Akan tetapi sampai sekarang
belum juga dilakukan pengesahannya. “masyarakat sangat menanti akan lahirnya
Qanun Jinayat ini pak, karena qanun ini merupakan kebutuhan yang sangat
mendesak bagi masyarakat Aceh sekarang” tukas Musnaini, salah seorang mahsiswa
Sjs yang disambut tepuk tangan peserta lainnya.
Abdullah Saleh mengatakan, Semenjak pengesahan Qanun bendera dan
lambang Aceh yang baru bersama dua Qanun lainnya pada maret lalu, badan
legislatif DPRA terus membahas sembilan qanun (raqan) perioritas tahun 2013,
diantaranya qanun raqan acara jinayah, raqan pertambangan, raqan pariwisata,
raqan perubahan qanun penyelenggaraan pendidikan, raqan rencana jangka
menengah, raqan kesejahteraan sosial, raqan pengelolaan barang milik Aceh,
raqan rencana tata ruang wilayah Aceh dan raqan komisi kebenaran dan
rekonsiliasi. Dalam menaggapi hal ini Abdullah Saleh menegaskan bahwa dewan
akan mendahulukan pembahasan raqan acara jinayah, karena pelaksanaan eksekusi
atau hukum bagi pelnggar syari`at seperti maisir, khamar yang terjadi di Aceh
tidak maksimal akibat belum ada hukum acara jinayah. Secara terpisah Saidi
Hasan, seorang aktivis fakultas syariah mengemukakan bahwa, keberadaan qanun
acara jinayat ini sangatlah penting, karna merupakan rule (aturan) bagi pelanggar syariat
di Aceh untuk dapat di eksekusi, sehingga pihak penyidik dari dinas syari`at
islam memiliki pegangan dalam memproses pelaku jarimah agar tidak lari atau di
lindungi oleh kelompoknya sendiri seperti kasus yang terjadi di sabang
belakangan ini tukasnya.
Berusaha memberikan yang terbaik
Ainur rahmah, ketua HMJ Sjs mengatakan ini adalah langkah awal
yang dilakukan pada masa kepengurusannya, ia berharap kedepan kepengurusannya
bisa memberikan yang terbaik untuk masyarakat khususnya mahasiswa Sjs sendiri
agar tidak gagap hukum nantinya, seraya dengan itu ia juga mengucapkan
terimaksih kepada pengurus leting 2011 yang telah memberi ide dan tenaga atas
terlaksananya kunjungan ke DPRA dalam rangka mempertanyakan subtansi qanun dan
pengimplementasiannya. pungkasnya.
Disamping itu pembantu Dekan III IAIN Ar Raniry, Khairani, S.Ag,
MA, mengapresiasi DPR Aceh yang telah menerima kunjungan belajar mahasiswanya
bersama mahasiswa Universitas Serambi Mekkah (USM) untuk belajar pembuatan
qanun dan pengimplementasiannya. "Luar biasa, kami sangat mengapresiasi
terhadap DPR Aceh," kata Khairani usai kunjungan belajar mahasiswa di
ruangan serbaguna DPR Aceh,
Pembahasan
Mengambang
Salah seorang mahsiswa Sjs yang datang hari itu, Muhammad Firdus,
mengatakan acara seperti ini adalah hal yang sangat bagus, apalagi kita
mahasiswa hukum belajar hukum (qanun) ke DPRA, sungguh hal yang luar biasa,
akan tetapi ia mengesalkan sikap beberapa peserta yang memberi pertanyaan
keluar dari pembahsan sehingga diskusi hari itu terkesan mengambang dari tujuan
apa yang kita inginkan, “ seharusnya mahasiswa itu tau apa yang akan dibahas
bukan malah mempertanyakan masalah pemekaran ALA dan ABAS ke DPRA, saya
berharap pada kawan-kawan agar untuk kedepan hal semacam ini tidak tidak
terulang lagi dan baiknya difikirkan dulu sebelum mempertanyakannya. ujarnya.
Eksistensi Hukum Dalam Masyarakat
Eksistensi
Hukum Dalam Masyarakat
Kapan adanya hukum mulai
dapat diketahui?, jika ungkapan ubi societas ibi ius diikuti, berarti hukum ada
sejak masyarakat ada. Dengan demikian pernyataannya dapat digeser menjadi sejak
kapan adanya masyarakat.? Terhadap pernyataan ini pun juga tidak ada jawaban
yang pasti. Namun, dilihat dari segi historis tidak pernah dijumpai adanya
kehidupan manusia secara soliter diluar bentuk hidup masyarakat. Namun yang
pasti suatu unsur pokok dalam hukum ialah, bahwa hukum itu sesuatu yang
berkenaan dengan masyarakat, keberadaan hukum adalah sebagai pengontrol sosial
(social control) yang biasa didefinisikan suatu proses baik yang
direncanakan maupun tidak, yang bersifat mendidik, mengajak atau bahkan memaksa
warga masyarakat agar mematuhi sistem kaidah dan nilai yang berlaku. Perwujudan social
control tersebut mungkin berupa pemidanaan, konpensasi, terapi, maupun
konsoliasi. Standar atau patokan dari pemidanaan adalah suatu larangan, yang
apabila dilanggar akan mengakibatkan penderitaan (sanksi negatif) bagi
pelanggarnya.
Selain sebagai kontrol
sosial, hukum juga berfungsi sebagai alat untuk mengubah masyarakat atau biasa
disebut social engineering .
Hukum sebagai social engineering berkaitan dengan fungsi dan
keberadaan hukum sebagai pengatur dan penggerak perubahan masyarakat. Suatu
kelompok pada suatu tempat tertentu hancur, bercerai-berai atau punah bukanlah
disebabkan hukum gagal dan difungsikan untuk melaksanakn tugasnya, melainkan
tugas hukum harus dijalankan untuk menjadi sosial kontrol dan social
engineeringdidalam kehidupan masyarakat. Sebab tugas dan fungsi hukum tidak
merupakan tujuan itu sendiri, melainkan merupakan instrument yang tidak dapat
digantikan untuk mencapai keseimbangan dalam aktivitas yang dilakukan oleh
manusia.
Aristoteles (384-322 SM.) seorang ahli fikir Yunani kuno mengatakan
dalam ajarannya, bahwa manusia itu adalah Zoon Politicon, artinya
bahwa manusia itu sebagai makhluk pada dasarnya selalu ingin bergaul dan
berkumpul dengan sesama manusia lainnya, jadi makhluk yang suka bergaul satu
sama lain. Maka manusia itu disebut makhluk sosial. maka dari itu
setiap orang wajib bertindak dan mematuhi aturan sedemikian rupa dalam
masyarakat, sehingga tata tertib dalam masyarakat itu tetap terpelihara dengan
sebaik-baiknya. Oleh karena itulah hukum meliputi berbagai peraturan yang
menentukan dan mengatur hubungan orang yang satu dengan yang lain, yakni
peraturan-peraturan hidup kemasyarakatan yang dinamakan kaedah hukum. Aturan
dalam masyarakat tak terlepas dari tujuan dari kehidupan bermasyarakat dan
tujuan dari pembentukan hukum dalam masyarakat.
Roscoe
Pound seorang kriminolog asal belanda, mengemukakan bahwa agar
hukum dapat dijadikan sebagai agen dalam perubahan sosial atau atau yang
disebutnya dengan agent of social change, lebih
jauh Williams James seorang
psikolog berkebangsaan Amerika serikat, menyatakan bahwa “
ditengah-tengah dunia yang sangat terbatas dengan kebutuhan (kepentingan)
manusia yang selalu berkembang, maka duniapun tidak dapat memuaskan kebutuhan
(kepentingan) manusia tersebut. Disini terlihat bahwa James mengisyaratkan
“hak” individu yang selalu dituntut untuk dipenuhi demi terwujudnya suatu
kepuasan, tidak akan pernah terwujud sepenuhnya, dan akan selalu ada
pergeseran-pergeseran antara “hak” individu yang satu dengan “hak” individu
yang lain. Untuk itulah dituntut peran peraturan hukum (legal order)
untuk “mengarahkan” manusia menyadari “keterbatasan dunia” tersebut, sehingga
mereka berusaha untuk membatasi diri dengan mempertimbangkan sendiri
tuntutan terhadap pemuasan dan keamanan kepentingannya. Tuntutan yang sama juga
akan diajukan oleh individu lain sehingga mereka dapat hidup berdampingan
secara damai atau berada dalam keadaan keseimbangan (balance).***
Artis dan Percaturan Politik Tanah Air
Artis dan Percaturan Politik Tanah Air
Dalam setiap perhelatan akbar pesta demokrasi yang akan segera bergulir, topik
yang kerap menarik dibicarakan, apa lagi jika bukan “Artis”, dimana keberdaan
mereka kian disorot dan seolah-olah membawa nista dalam dunia perpolitikan
bangsa yang menjadi tumpuan negara.
Salahkah ?!!!
Itulah kira-kira pertanyaan yang tepat untuk membungkam kritik
yang di alamatkan pada para pelakon dan pesohor dunia hiburan. berbagai sisi
buruk dilukiskan pada publik tentang sosok artis setelah mereka resmi menjadi
bakal calon legislatif, mulai dari kurangnya kualitasdan kapabilitas, moral ,
hingga bahkan partai yang mengusung artis.
Banyaknya bakal calon legislatif dari artis yang diusung partai
membuat para pengamat dan ormas gusar, semenjak data Komisi pemilihan umum
(KPU) ditetapkan, dengan jumlah artis dan pesohor yangkini menjadi bakal caleg
berjumlah 58 orang, tentu ini angka yang Fantastiss.
Masing-masing partai hampir semuanya mengusung artis sebagai bakal
calon legislatif, PDI perjuangan 6 orang, Partai Demokrat 6 Orang, partai
Golkar 4 orang, PAN 10 orang, PKB 8 orang, Partai Gerindra 10 orang, Hanura 3
orang, partai Nasdem 6 orang, dan PPP 5 orang, hanya PKS dan PBB yang sama
sekali tidak mendaftarkan artis. (MI 25/4/13).
Menjamurnya kalangan artis dalam pencaturan politik tanah air,
banyak kalangan menilai ini tanda kemerosotan partai yang dianggap gagal
memenuhi kuota yang ditetapkan dengan ekspektasi kadernya sendiri. Sehingga
jalan satu-satunya adalah menggaet artis. Untuk di jadikan calon legislative
sekaligus menyelamatkan partai dimata publik, yang secara defacto tak memiliki pendidikan politik dan
memiliki ideologi kepartaian.
Hamdi Muluk, pakar psikologi politik dari Universitas
Indonesia mengatakan, “semakin buruk pola dan sistem kaderisasi partai,
kian banyak bakal caleg dari kalangan artis ataupun pesohor yang direkrut”.(MI
25/4/13).
Terkesan menomor duakan kalangan artis untuk menjadi bakal caleg,
anggota Fraksi partai Golkar Bambang Soesatyo mengakui hal tersebut, Bambang
mengatakanbahwa, “bakal caleg dari kalangan artis hanya dimamfaatkan untuk
menambah kursi partai semata” (MI 25/4/13).
Benarkah demikian?, Koordinator Forum Masyarakat pemantau Parlemen
indonesia Sebastian Salang menambahkan, “Penempatan bakal caleg bermasalah
menunjukkan potret partai yang tidak mendorong perubahan ditubuh parlemen”. Salang
menilai partai hanya membawa kepentingan sendiri dananti perubahan (MI
25/4/13).
dari apa yang digambarkan tersebut, menyadarkan publik bahwa
banyak kalangan yang berfikir sinis dan menempatkan artis bukan tumpuan yang
tepat rakyat indonesia untuk menaruh harapan demi sebuah perubahan, tentu
pernyataan ini punya alasan, kita bisa melihat para artis yang hanya numpang
nama dan menambah penghasilan semata di parlemen, disamping gencarnya
stigmasi buruk dalam benak masyarakat bahwa artis terjun ke politik karna kalah
saing di dunia hiburan.
Beberapa contoh sosok artis sebut saja Tere, dari fraksi partai
demokrat yang mengundurkan diri disebabkan masalah keluarga, Angelina sondakh,
Inggrid kansil, venna Melinda, Rachel maryam dan sederet artis lainnya yang
dapat dibilang tak mampu berperan dan memberi kontribusi untuk sebuah
perubahan. Sebagai publik figur sejatinya keberadaan artis dalam kancah politik
begitu diharapkan, selain bisa menguntungkan partai pengusung, juga
memudahkan untuk mendapatkan suara dalam masyarakat tanpa harus berkampanye
dengan menghabiskan anggaran yang besar. Akan tetapi dengan kualitas buruk yang
dipertontonkan oleh para artis di parlemen, seolah menyemai benih kecewa dan
membangun tirai pembatas di benak masyarakat bahwa artis takada gunanya di
parlemen.
Namun adilkah? jika hanya karna beberapa orang dari mereka
yang gagal, yang lain juga kena imbasnya? coba lihat kontribusi yang diberikan
Nurul Arifin, Rieke Diah Pitaloka (Oneng), Tontowi Yahya, dan beberapa artis
lainnya. Mereka adalah sosok yang dapat diandalkan dan mampu memberi kontribusi
serta menjadi menyambung aspirasi masyarakat, dan tentu semua ini demi
perubahan bangsa yang berkelanjutan.
Sebagai negara penganut demokrasi, dimana hak warga negara diatas
segala-galanya, maka tidak ada satu alasanpun yang dapat menghalangi para artis
untuk terjun ke dunia perpolitikan. Demokrasi yang merupakan kata lain dari
kedaulatan rakyat ditangan rakyat, tentu menjadi sebuah kewajiban dimana
para artis harus disamakan kedudukannya dengan pihak lain. Sehingga sikap
pendiskriminasian dan penghinaan tak perlu terjadi, menggugat permasalahan
kualitas, jika mau berfikir objektif, para kader partai juga banyak yang lebih
buruk dari kalangan artis, kita bisa melihat bagaimana presiden partai PKS,
Luthfi Hasan yang terjerat kasus korupsi impor daging sapi, ketua umum partai
Demokrat Anas Urbaningrum yang menjadi terdakwa kasus hambalang, Max Muin
kader PDIP yang terjerat kasus perzinahan, hingga sederetan nama lainnya yang
mencoreng citra lembaga terhormat tersebut.
Jika demikian faktanya, keliru bila memposisikan artis
sebagai tempat pelarian,dan menganggap artis manusia nomor dua di arena
politik bangsa, karna dilapangan, para artis ini juga menjelma sebagai wakil
rakyat yang sesungguhnya, bahkan mengalahi ekspektasi mereka yang merupakan
kader partai sesunnguhnya. Begitu juga keadaan yang tergambarkan pada pihak
yang memang menjadi kader partai dan mendapat pendidikan politik yang memadai.
kritikan dan hinaan sebenarnya terlalu kejam jika dialamatkan pada para artis,
karna mereka juga warga negara yang menginginkan Negara Indonesia maju,
Kekurangan dan kelebihan tetap ada, yang namun nilai kepantasan mereka ada pada
rakyat Indonesia, sehingga menjadi sebuah jawaban, jika para artis menjadi
caleg dan dipilih oleh rakyat, maka rakyat sebagi pemegang kedaulatanlah yang
pantas disadarkan, jangan biarkan masyarakat Indonesia buta terhadap dunia
perpolitikan, gagap dengan kemajuan,sehingga begitu mudah masyarakat memberi
hak suaranya hanya karna tampang,uang, kekerabatan atau bahkan diimingi dengan
nilai materil lainnya.
Penting melibatkan masyarakat dalam membangun perpolitikan yang
berkualitas, dengan mengasupi pendidikan politik sehat bagi mereka yang apatis
terhadap perubahan, karna politik adalah kunci untuk membangun negara yang
lebih baik secara keseluruhan. Dalam negara demokrasi seperti Indonesia, dimana
kebebasan berekpresi, bersuara, memilih, dipilih dan seterusnya, adalah hak
warga Negara, maka harapan kita hanya ada pada rakyat Indonesia, karna baik
buruk bangsa ini ada pada rakyatnya, rakyatlah yang memilih dan rakyat juga
yang dapat menurunkannya.
Semoga dengan perhelatan pentas politik tahun ini, mata rantai
kebrobrokan yang selama ini dipertontonkan dapat terputus, seiring dengan
pergantian posisi di parlemen dan sejenisnya, sehingga impian menatap
wajah bangsa yangb aru segera terealisasi.
Menyoal Cinta Sejati
Menyoal Cinta Sejati
ilustrasi |
Sebelum membahas tentang
cinta sejati, baiknya kita mengetahui apa itu cinta dan kenapa cinta begitu
menarik untuk dibicarakan?
Cinta adalah energi penyatu, daya dinamis yang terus menerus
mendorong setiap pribadi untuk membuka diri dan menjalin komunikasi yang
konstruktif dengan pribadi yang lainnya dengan didasari rasa ingin bersama yang
tumbuh dan hidup dalam jiwa manusia pecinta terhadap manusia yang
dicintainya. Tidak hanya itu cinta juga yang memungkinkan manusia untuk terbuka
untuk menjalin komunikasi degan pribadi yang lain yaitu Tuhan.
Adakah cinta sejati itu?
Bahwa cinta sejati itu ada, kiranya tak perlu dipersoal-jawabkan
secara panjang lebar. Tetapi sanggupkah makhluk tidak sempurna seperti manusia
mampu mewujudkan cinta sejati?
Oleh kalangan tertentu, ketidak sempurnaan manusia dijadikan
alasan untuk mengatakan bahwa cinta sejati itu tidak bisa diwujudkan oleh
manusia. Menurut pandangan ini, yang disebut cinta sejati itu hanya dapat
diberikan oleh Tuhan. Sedangkan manusia yang penuh dengan kekurangan serta
kelemahan itu tak sanggup mewujudkan cinta sejati. Sementara itu terdapat
pandangan lain yang mengatakan bahwa cinta sejati dapat diwujudkan oleh
manusia, asal manusia berusaha sekuat tenaga untuk mewujudkannya.
Saya percaya bahwa cinta sejati itu dapat diwujudkan oleh manusia
berdasarkan dua alasan. Pertama, yang disebut cinta sejati itu bukanlah
objek yang statis, melainakan satu situasi yang berkembang kearah kehidupan
yang lebih bahagia dan bahagia lagi. Maka yang penting adalah kemauan serta
keberanian untuk terus menerus mengembangkan situasi dimana orang bisa salaing
mengerti, saling memberi, dan saling menerima apa adanya, pendek kata saling
membahgiakan. Kiranya jelas bahwa situasi demikian itu tak mungkin diupayakan
dengan sekali melangkah, tetapi melalui banyak usaha, bahkan tak jarang melalui
proses jatuh bangun berkali-kali. Jadi ukurannya bukan terletak pada jatuh
bangunnya itu melainkan skap batin yang
mengarah pada terwujunya suasana kehidupan yang penuh damai dan bahagia. Kedua, manusia bisa mewujudkan cinta
sejati karna memiliki dimensi rohani yang bersifat tak terbatas, yang melampaui
dimensi ruang dan waktu. Cinta adalah daya hidup yang bersumber pada daya
rohani yang ditanamkan Tuhan dalam diri manusia. Dengan terbuka dengan
daya rohani yang tak terbatas itu manusia mampu mewujudkan suasana damai dan
bahagia. Hidup bersama dalam suasana rukun, damai dan setiapada yang dicintai
merupakan contoh-contoh konkret bahwa manusia sanggup mewujudkan cinta sejati.
Adanya cinta sejati tanpak paling kentara dalam kemampuan seseorang untuk
mencintai orang lain tanpa syarat, seperti halnya cinta seorang ibu terhadap
anaknya.
Bagaiman membina cinta sejati..?
Dalam buku, manusia dalam lingkungan, Refleksi Filsafat tentang manusia, P. Leenhouwers menulisnya sebagai berikut, ”apabila seorang mencintai, “aku”-nya (dirinya) berpaling kepada orang lain, menghadap padanya dan menaruh cinta akan dia. Disini terdapat gerak yang merupakan kebalikan dari gerak membenci atau bersikap acuh tak acuh. Di situ orang justru mengundurkan diri dari orang lain atau mengambil posisi yang seindependen mungkin, bukan saja dengan tujuan tidak menghubungi atau mendekati inti diri mereka, melainkan juga dengan harapan dan usaha agar diri sendiri juga tidak dihubungi atau didekati dalam inti dirinya”
Dalam buku, manusia dalam lingkungan, Refleksi Filsafat tentang manusia, P. Leenhouwers menulisnya sebagai berikut, ”apabila seorang mencintai, “aku”-nya (dirinya) berpaling kepada orang lain, menghadap padanya dan menaruh cinta akan dia. Disini terdapat gerak yang merupakan kebalikan dari gerak membenci atau bersikap acuh tak acuh. Di situ orang justru mengundurkan diri dari orang lain atau mengambil posisi yang seindependen mungkin, bukan saja dengan tujuan tidak menghubungi atau mendekati inti diri mereka, melainkan juga dengan harapan dan usaha agar diri sendiri juga tidak dihubungi atau didekati dalam inti dirinya”
Apa yang dikatakan oleh Leenhouwers menunjukkan bahwa orang yang
punya rasa benci atau bersikap acuh tak acuh terhadap orang lain tak mampu
mencintai sesamanya. Orang yang bersangkutan akan mengisolasi dan menutup diri
terhadap orang lain. Sedangkan cinta mencari kontak pada tingkatan inti diri
orang, sedangkan sikap acuh tak acuh tidak berminat terhadap inti pribadi orang
dan hanya ingin berkontak dipermukaan saja (Leenhouwers, 1988:229).
Yang ingin ditegaskan disini adalah bahwa rasa benci dan sikap
acuh tak acuh justru memustahilkan terwujudnya cinta sejati dalam kehidupan
umat manusia. Cinta sejati harus dimulai harus dimulai dengan kesediaan untuk
membuka diri terhadap orang lain. Atau dalam bahasa leehhouwers, cinta adalah
keluar dari diri sendiri dan
menghadap pada orang lain. Maka yang dituntut adalah kesediaan untuk mendekati
atau menghampiri orang lain. Namun justru disisni pula letak permasalahannya.
Yakni bahwa kesediaan untuk mendekati atau menghampiri orang lain itu tidaklah
mudah dilakukan. Pengalaman kehidupan sehari-hari memperlihatkan bahwa
mencintai orang lain bukanlah suatu pekerjaan yang dengan mudah dapat dilakukan
oleh setiap orang. Ada orang yang dengan mudah mampu mendekati orang lain atas
dasar cinta. Namun tidak sedikit orang yang sulit melakukannya.
Menurut Leenhouwers, kenyataan ini menunjukkan bahwa, pertama,
cinta harus dibangun dan digairahkan terus menerus, dan kedua, penghampiran itu
akan bertambah erat dan lebih melibatkan inti diri orang. Kalau objeknya lebih
berharga bagi dia, sehingga usahanya tidak dianggap mahal. Artinya, ada nilai
pada diri orang yang bersangkuta.
Tapi disini Leehouwers tidak menjelaskan mengapa ada saja orang
yang sulit membuka diri atau mendekati orang lain. Saya behipotesa, kesulitan
semacam ini lebih disebabkan oleh ketidak beranian orang-orang tersebut untuk
mengambil inisiatif membangun cinta. Hal ini bisa saja disebabkan oleh
kekurangan pahaman mereka tentang arti cinta sejati itu sendiri. Atu mungkin
juga karena lingkungan pendidikan yang mereka alami sejak kanak-kanak, hingga
menjadi remaja dan pemuda, kurang sekali memberi peluang kepada mereka untuk
bersikap terbuka terhadap orang lain, berinisiatif dan mengepresikan diri.
Kesedian untuk membuka diri sebagaimana disinggung diatas haruslah
didasari pada sikap hormat pada pada pribadi orang lain dengan segala
nilai-nilanya yang khas dan unik. Pribadi orang lain dengan segala khasnya itu
begitu memikat dan mempesona. Namun nilai-nilai khas yang dimilikinya itu masih
dalam proses pembentukan dan hanya mencapai taraf kesempurnaan oleh kehadiran
serta keterlibatan ku dalam proses hidupnya. Maka kehadiran orang lain
senantiasa merupakan ajakan atau undangan khusus bagiku untuk berpartisipasi
secara aktif dalam upaya penyempurnaan dirinya. Begitu pula kehadiranku
senantiasa merupakan ajakan bagi oarang lain untuk terlibat secara aktif dalam
proses penyempurnaan diriku.
Hal yang terpenting adalah tidak menjual-jual diri untuk
mengundang perhatian orang. Usaha pendekatan terhadaporang lain janganlah
diwarnai dengan egoisme. Karena egoisme akan menghancurkan cinta. Cinta yang
dibalut dengan egoisme ditadai dengan syarat-syarat serta
perhitungan-perhitungan tertentu demi kepentingan diri sendiri. Cinta sejati
mempunyai ciri dasar membiarkan orang lain hidup dan berkembang sesuai dengan
cita-citanya. Bukan cinta namanya bila kita berusaha agar orang lain menuruti
keinginan ataupun kehendak kita semata. Cinta senantiasa menurut agar yang
dicintai itu diberi peluang untuk menentuak apa dan bagaimana harus bertindak
sesuai dengan tujuannya. Dengan kata lain. Dengan kata lain cinta sejati
membuat orang lain menemukan diri sebagai subjek yang punya nilai martabat yang
khas.
Lebih lanjut bahwa mencintai berarti mau menerima sifat-sifat
positif sekaligus difat-sifat negatif orang yang dicintai. Karena manusia dalah
makhluk yang tidak sempurna. Seiap manusia punya kekurangan serta kelemahan.
Tetapi justru karena itulah maka manusia perlu dicintai dengan setulus hati. Selamat
mencinatai dengan keridhaan Ilahi.
Santet dan Wajah Desa Ku
Santet dan Wajah Desa Ku
Terperangah
melihat kondisi desa ku, Desa Blang Panyan, atau yang akrab dikenal gampong Pantonmu,
Kecamatan Kuala Batee, Abdya yang tak lagi ramah dan penuh
amarah-benci-dendam-merasa benar dan Fitnah.
hal
terbaru yang kian menyeruak ke permukaan bukan lagi masalah ikhtilafiah(tarweh
antara 11 dan 23 rakaat). akan tetapi kasus Santet. sebenarnya masih ada
beberapa kasus lain yang begitu memprihatinkan yang terjadi di Pantonmu
tercinta, dimulai dari imbas politik kecik yang membuat desa terkotak-kotak,
politik calek 2014, masalah pembagian zakat yang mencengangkan, masalah imam
shalat yang semakin lama semakin memililukan dan masalah kurangnya minat
generasi penerus dalam bidang agama.
Kembali
pada kasus santet yang menempatkan SDR (nama samaran) sebagai terdakwa, dan
beberapa masyarakat gampong yang mengaku menjadi korban dari tersangka yang
diketahui saat melakukan pengobatan supra natural pada paranormal (dukun).
hal semacam ini sejatinya jamak terjadi di masyarakat manapun, masih segar
dalam ingtan penulis kasus yang menimpa masyarakat bireun yang menuduh mukthtar
sebagai dukun santet dan berujung pada pengusiran pada 10/7/12 silam. namun
tentu hal ini tidak boleh dibiarkan begitu saja, dan secepat mungkin di carikan
solusi oleh pihak berwenang di teritorial tempat masyarakat dan dukun tersebut
berdomisili, sanksi sosial yang diberikan oleh masyarakt terhadap tersangka
tentu tidaklah efektif bila tidak ada alternatif terhadap penyelesain konflik
yang semakin massif dan meleburkan persatuan masyarakat pedesaan akibat satu
dan dua orang yang menampik bahwa para pihak korban adalah hasil guna-guna sang
tersangka. Pada hari ke 2 lebaran penulis dengan tanpa menghiraukan isu yang berkembang
berkunjung ke rumah tersangka untuk bersilaturrahim sebagaimana biasanya . pada
saat bersamaan sang istri langsung menanyakan pada penulis tentang ketahuan
penulis terhadap isu yang beredar, tanpa menunggu jawaban sang istri yang
didampingi suami mengatakan mereka sedang di uji oleh Allah terhadap Tuduhan
dan yang sangat menyakitkan tidak seorangpun lagi yang mau datang kerumah
mereka dan menggap mereka ada. dan ini adalah Fitnah. pungkas sang Istri.
dengan suara datar penulis menanyakan, kenapa pihak aparat gampong tidak mengketengahkan
permasalahan ini? apa tidak dilaporkan secara resmi? atau apakah mereka
bersikap apriori? sang suami(tersangka) menjawab. Irwan kami tidak membuat
laporan secara resmi dan meminta untuk di ketengahkan permasalahn ini.
Sepulang
dari tempat tersebut penulis berusaha menggali informasi dari beberapa warga
masyarakat baik dari aparat desa, pihak korban dan yang masih tidak petcaya
bahwa ini semua adalah ulah tersangka.
Singkatnya
penulis menyimpulkan Kampung Pantonmu di ambang kehancuran, penulis mencoba
berfikir objektif, jika benar seperti pengakuan pihak korban bahwa ketika
mereka menerawang melalui dukun bahkan beberapa dukun tersangka adalah aktor
utamanya maka wajar pihak korban menuduh tersangka sebagai pelaku (terlepas
dari sudut pandang agama), namun dari versi tersangka, ia bersumpah demi Allah
tidak pernah melakukannya.
Nah
jika demikian siapakah pelakunya? inilah pertanyaan yang mesti dijawab oleh
masyarakat Pantonmu, Kecamatan Kuala Batee
Namun
dari sudut pandang penulis hal ini sebenarnya bisa dicegah sebelum memuncak
seperti sekarang ini. bahkan masih terbuka jalan untuk menyelesaikannya. jika
tersangka merasa dirinya sebagai korban fitnah ia seyogyanyanya meminta aparat
desa untuk mencari solusi terhadap kasus yang menyudutkannya dan keluarganya,
bukan malah mengisolasi diri dari masyarakat sembari mengharap hidayah datang
dari langit. di samping itu peran pemuda dan tokoh masyarakat mesti mengajak
dan memberi pencerahan baik terhadap pihat tertuduh atau pihak korban untuk
mempercayakan penyelesaian kasus ini pada pihak yang berwenang, jangan mersa
benar sendiri dan menghakimi tersangka secara sepihak.
karna penulis menemukan ada satu dan dua orang yang merasa iba tehadap
tersangka ikut menjadi kecaman dan di jahui oleh masyarakat padahal mereka
hanya berfikir secara objektif dan sedikit idealis tanpa mebeda-bedakan
masyarakat satu dengan lainnya.
akhir kata inilah fakta yang terjadi di kampung sekarang.
hal semacam ini sejatinya jamak terjadi di masyarakat manapun, masih segar dalam ingtan penulis kasus yang menimpa masyarakat bireun yang menuduh mukthtar sebagai dukun santet dan berujung pada pengusiran pada 10/7/12 silam. namun tentu hal ini tidak boleh dibiarkan begitu saja, dan secepat mungkin di carikan solusi oleh pihak berwenang di teritorial tempat masyarakat dan dukun tersebut berdomisili, sanksi sosial yang diberikan oleh masyarakt terhadap tersangka tentu tidaklah efektif bila tidak ada alternatif terhadap penyelesain konflik yang semakin massif dan meleburkan persatuan masyarakat pedesaan akibat satu dan dua orang yang menampik bahwa para pihak korban adalah hasil guna-guna sang tersangka. Pada hari ke 2 lebaran penulis dengan tanpa menghiraukan isu yang berkembang berkunjung ke rumah tersangka untuk bersilaturrahim sebagaimana biasanya . pada saat bersamaan sang istri langsung menanyakan pada penulis tentang ketahuan penulis terhadap isu yang beredar, tanpa menunggu jawaban sang istri yang didampingi suami mengatakan mereka sedang di uji oleh Allah terhadap Tuduhan dan yang sangat menyakitkan tidak seorangpun lagi yang mau datang kerumah mereka dan menggap mereka ada. dan ini adalah Fitnah. pungkas sang Istri. dengan suara datar penulis menanyakan, kenapa pihak aparat gampong tidak mengketengahkan permasalahan ini? apa tidak dilaporkan secara resmi? atau apakah mereka bersikap apriori? sang suami(tersangka) menjawab. Irwan kami tidak membuat laporan secara resmi dan meminta untuk di ketengahkan permasalahn ini.
karna penulis menemukan ada satu dan dua orang yang merasa iba tehadap tersangka ikut menjadi kecaman dan di jahui oleh masyarakat padahal mereka hanya berfikir secara objektif dan sedikit idealis tanpa mebeda-bedakan masyarakat satu dengan lainnya.
akhir kata inilah fakta yang terjadi di kampung sekarang.
Subscribe to:
Posts (Atom)