Putusan
Hukum Hakim Dalam Perkara Narkotika
Ditinjau Menurut Hukum Islam
Kejahatan narkotika adalah kejahatan
luar biasa (extra ordinary crime). Hal ini dikarenakan penyalahgunaan
narkotika menyangkut masa depan generasi bangsa, terutama kalangan generasi muda, bahkan dapat menimbulkan bahaya yang besar bagi
kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa yang pada akhirnya akan melemahkan
ketahanan nasional.[1]
Pada dasarnya narkotika adalah zat
yang bermanfaat untuk pengobatan, pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu
pengetahuan.[2] Akan
tetapi seiring berkembangnya teknologi, transportasi, informasi dan komunikasi
yang canggih, modus operandi penyalahgunaan dan kejahatan narkotika dalam waktu
relatif singkat dengan mobilitas cepat, telah menjelma sebagai kejahatan
transnasional. Modus operandi sindikat peredaran narkotika dengan mudah dapat
menembus batas-batas negara di dunia melalui jaringan manajemen yang rapi dan
teknologi canggih, serta masuk ke Indonesia sebagai negara transit (transit-state)
atau bahkan sebagai negara tujuan perdagangan narkotika secara ilegal (point
of market-state).
Dalam konsideran Undang-Undang Nomor
35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyebutkan bahwa, tindak pidana narkotika
telah bersifat transnasional yang dilakukan dengan menggunakan modus operandi
yang tinggi, teknologi yang canggih serta didukung oleh jaringan organisasi
yang luas, dan sudah banyak menimbulkan korban, terutama dikalangan generasi
muda bangsa yang sangat membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara.
Maka oleh dari itu sebagai tindak
pidana khusus dengan delik yang membahayakan dan meresahkan masyarakat maka
hukumannya pun harus diperberat[3],
begitupun tindak pidana narkotika dengan tujuan agar dapat meminimalisir kejahatan
narkotika.
Dalam hukum pidana Islam narkotika adalah peng-qiayasan dari khamar
dengan Illat memabukkan. Narkotika juga dipandang
sebagai kejahatan yang bersifat ummul khabais (extra ordinary crime)
karena dampak yang ditimbulkan dapat merusak akal, jiwa, kesehatan, dan juga
harta.[4]
Meskipun dalam nash tidak ditemukan kata narkotika secara jelas, akan
tetapi jumhur ulama sepakat meng-qiyaskan narkotika pada khamar dengan illat memabukkan,[5]
disamping itu narkotika juga menggairahkan seperti halnya khamar dan zina.[6]
Dalam konteks sekarang, khamar tidak lagi dipandang sebagai minuman
karena dengan berkembangnya teknologi, benda yang memabukkan dapat saja berbentuk
barang yang dihisap, disuntik, dimakan, dan sebagainya yang membuat pelakunya
lebih mabuk dari mengosumsi benda memabukkan dalam bentuk minuman, bentuk
inilah yang populer disebut narkoba (narkotika dan obat-obatan terlarang)
contohnya heroin, kokain, sabu, putau, ganja, dan sebagainya, yang pada umumnya
benda-benda tersebut digunakan untuk kebutuhan penelitian, farmasi dan
kebutuhan medis.[7]
Hal ini sebagaimana dijelaskan
dalam hadits yang diriwayatkan Ibnu
Umar r.a. Rasulullah bersabda:
كل مسكر خمر وكل مسكر حرام
(اخرجه مسلم)
Artinya:
Setiap yang memabukkan adalah
khamar, dan setiap khamar adalah haram.
(H.R. Muslim).[8]
Jika tindak pidana narkotika di kategorikan sebagai tindak pidana
khusus yang yang ditangani secara khusus seperti hukuman yang diperberat dari
pada tindak pidana umum lainnya, akan tetapi penulis menemukan penjatuhan
hukuman yang hemat penulis tidak sepeti semangat pemberantasan tidak pidana
narkotika. Hal tersebut penulis temukan dalam putusan hukum hakim PN (Pengadilan Negeri) Calang bernomor 35/Pid/B/2010/PN.CAG
yang diputus 2 (dua) tahun penjara, dengan denda 1.000.000.0000 (satu milyar)
dengan hukuman subsider selama 2 (dua) bulan, hal ini tentu beda dengan sistem
hukuman dalam hukum pidana Islam yang dikenal dengan sistem cambuk terhadap
pelaku khamar.
Maka
oleh karena itu penulis mengajukan judul ini untuk dapat jadikan penelitian
akhir penulis (skripsi) dengan rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana
putusan hukum hakim dalam dalam kasus putusan Nomor 35/PID/B/20/PN/CAG.
2.
Bagaimana
tinjauan hukum Islam terhadap putusan hukum hakim tersebut?
[1]Nyoman Serikat
Putra Jaya, Kapita Selekta Hukum Pidana, (Semarang: UNDIP, 2000), hlm.
135.
[2]Siswanto, Politik Hukum dalam
Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012),
hlm.1.
[3]Barda Nawawi
Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, (Bandung, Citra Aditya
Bakti, 2002), hlm. 126.
[4]Ahmad Wardi
Muslih, Hukum Pidana Islam, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2005), hlm. 71.
[5]Yusuf Qardhawi,
Halal Haram dalam Islam, (Surakarta: Era Intermedia, 2000), hlm 119.
[7]Al Yasa` Abu
Bakar dan Marah Halim, Hukum Pidana Islam diProvinsi Nanggroe Aceh
Darussalam, (Banda Aceh: Dinas Syari`at Islam, 2007), hlm. 69.
[8]Adib Bisri
Mustofa, Terjemahan Sahih Muslim, (Semarang: Cv Asy-Syifa, 1993). hlm.
769.