Sunday, March 22, 2015

Bu Wali Beri Kami Solusi



Kebijakan Walikota Banda Aceh Illiza Sa’aduddin Djamal menutup jalan menuju Pelabuhan Ulee Lheue, menuai beragam pendapat. Anggota DPRK setempat menyarankan agar dicari solusi yang tepat. Termasuk, mengoptimalkan penerangan jalan dan peningkatan peran Satpol PP/WH.  

Irwan Saputra

            TIGA tahun bukanlah waktu singkat untuk menanti satu keputusan. Apalagi, menyangkut hajat hidup rakyat kecil. Tapi, penantian panjang itulah yang dialami warga, tokoh pemuda dan masyarakat Gampong Ulee Lheue, Banda Aceh.
Ini terkait dengan kebijakan Walikota Banda Aceh Illiza Sa’aduddin Djamal, yang menutup jalan menuju Pelabuhan Ulee Lheue sejak 2013 lalu. Padahal, para pemuda setempat berharap, Walikota Banda Aceh tak hanya lihai mengeluarkan sanksi, tapi juga harus cerdas dan bijak dalam memberi solusi.
”Dulu rencananya hanya sementara, tapi hingga saat ini belum dibuka, kami tidak tahu kenapa,” ujar Ketua Pemuda Gampoeng Ulee Lheue, Sofyan Hadi pada media ini, Rabu dua pekan lalu.
Memang, kebijakan penutupan jalan menuju kawasan wisata pantai dan pelabuhan ini bukan tanpa sebab. Walikota Banda Aceh Illiza Sa’aduddin Djamal berdalih. Aturan itu diberlakukan, semata-mata untuk menghalau adanya praktik maksiat yang dilakukan warga Kota Banda Aceh, khususnya para remaja. Maklum sajalah, sebelum dinyatakan tertutup sejak pukul 18.00 WIB saban hari. Kawasan ini kabarnya, kerap dijadikan lokasi khalwat oleh para remaja, terutama pada malam hari.
Praktik tak elok ini semakin menjadi-jadi, karena diduga ikut diback-up (dukung) oleh oknum aparat tertentu. Bahkan, beberapa oknum mendirikan usaha makanan dan minuman, yang diselinggi dengan musik live, seperti karoeke. Nah, merasa gerah dengan perilaku tersebut, sejumlah kaum perempuan pun melakukan aksi demontrasi dan protes kepada Walikota Banda Aceh. Mereka meminta agar orang nomor satu Kota Banda Aceh, menutup kawasan tadi. Hasilnya, Illiza memenuhi tuntutan kaum perempuan ini.
Begitupun, penilaian yang terkesan pukul sama rata ini diprotes sejumlah pedagang kecil di sana.“Kalau hanya karena beberapa orang yang pacaran lalu kami yang jadi korban, itu tidak adil namanya,” kata Kak Nong, salah seorang pedagang jagung bakar di lokasi itu pada media ini, Rabu pekan lalu.
Wali Kota Banda Aceh, Illiza
Pengakuan serupa juga disampaikan Amri. Dia mengaku, pendapatannya turun drastis sejak penutupan jalan tersebut diberlakukan. Ayah dua anak ini menyatakan kecewa dengan kebijakan tersebut. “Jika hanya karena alasan maksiat, kenapa tidak diberikan penerangan lampu jalan serta menempatkan petugas Satpol PP/WH serta melibatkan tokoh pemuda dan masyarakat gampong. Toh, kami juga tidak akan membiarkan jika ada warga yang melanggar syariat,tegas Amri, Rabu dua pekan lalu.
Gayung rupanya bersambut. Keluhan warga tadi ditanggapi Irwansyah ST, anggota Komisi C DPRK Banda Aceh. Menurut dia, apapun kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah Kota Banda Aceh, sebaiknya tidak bersifat berat sebelah. Artinya, satu pihak untung, tapi di sisi lain ada yang dirugikan. Terutama menyangkut hajat hidup dan ekonomi rakyat kecil.  “Satu sisi Syari`at Islam harus berjalan, di sisi lain pedagang kecil juga tidak boleh diabaikan. Disinilah dibutuhkan solusi dan kearifan dari pemimpin. Mari kita cari solusi bersama,” usul politisi PKS ini.
Itu sebabnya kata Irwansyah, kebijakan Walikota Banda Aceh yang menutup akses jalan menuju kawasan wisata dan Pelabuhan Ulee Lheue sejak pukul 18.00 WIB, perlu didiskusikan kembali. “Ini untuk win-win solusi. Kebijakan berjalan, keinginan pedagang juga terpenuhi. Namun satu hal, warga setempat harus benar-benar menjaga kawasan ini agar tidak ternoda oleh para pelanggar syariat Islam,” ujar Irwansyah.
Irwansyah mengaku, dia belum memahami secara utuh mengenai kebijakan penutupan jalan tadi. Sebab, dia baru dipercaya rakyat sebagai anggota DPRK Banda Aceh, hasil pemilu legislatif 2014 lalu. “Kalau ditanya apakah kebijakan Walikota itu tepat, saya kira sah-sah saja. Namun, masih banyak cara lain yang bisa dilakukan untuk mencegah munculnya praktik maksiat. Karena, semua bumi Allah ini yang saya pahami berpotensi untuk melakukan pelanggaran syariat. Hanya saja, tugas kita bersama untuk mencegahnya,” kata Irwansyah.
Karena itu, salah satu solusi yang bisa dilakukan sebut Irwansyah adalah, Walikota Banda Aceh memasang lampu penerangan sepanjang jalan menuju kawasan pantai Ulee Lheue. Termasuk, menempatkan pos dan anggota Satpol PP/WH. “Tentu, ini ranahnya Dinas Perhubungan Kota Banda Aceh dibawah kendali Muzakir Tuloet. Kewenangan ada di tangan dia,” usul Irwansyah.
            Terkait nasib dan keluhan pedagang kecil di sana, Irwansyah mengaku akan membicarakan masalah ini dengan kawan-kawannya di Fraksi PKS serta beberapa fraksi lainnya di DRPK Banda Aceh.
“Kami akan diskusi dan mencari solusi yang tepat, karena pantai Ulee Lheue sangat potensial untuk dijadikan sebagai salah satu destinasi wisata kota. Tentu saja, ini menjadi pekerjaan rumah (PR) anggota dewan dan Pemkot Banda Aceh, ucap Irwansyah.
Itu sebabnya, Irwansyah sepakat dengan saran dan pendapat agar Walikota Kota Banda Aceh, tidak gegabah dan asal main tutup terhadap satu kawasan, tanpa memikir pihak lain yang dirugikan.Jangan ketika ada masalah langsung ambil tindakan dengan menutup. Padahal, masih bisa diupayakan solusi alternatif dengan tetap memberi ruang pada pedagang untuk bisa berjualan. Ya itu tadi, kita berikan lampu penerangan jalan sehingga tidak memberi peluang bagi orang untuk berbuat mesum,” kritik Irwansyah.
Menurut dia, Pantai Ulee Lheue sudah dikenal masyarakat sebagai kawasan wisata Kota Banda Aceh. “Jadi, kalau dibiarkan saja sayang. Sebaiknya, dikelola dengan melakukan penertiban,” ujarnya.
Irwansyah memberi contoh tentang kawasan penjualan batu akik dan giok. Sebelumnya, kawasan itu berupa rawa-rawa dan semak belukar. Namun, setelah ditata dengan baik, maka memberi manfaat bagi warga kota serta pedagang.
Irwansyah mengaku optimis langkah tersebut bisa dilakukan Walikota Banda Aceh. Asalnya, ada niat dan kemauan, apalagi sangat didukung warga dan tokoh masyarakat setempat. “Informasi yang saya terima dari Geuchik Ulee Lheue, di sana ada kelompok sadar wisata. Nah, kenapa tidak kita maksimalkan saja kelompok ini, termasuk menempatkan anggota Satpol PP/WH Kota Banda Aceh,” usul Irwansyah. Bagaimana Bu Wali? Beri mereka solusi***

sumber: Tabloid Modus Aceh