Kebijakan
Walikota Banda
Aceh Illiza Sa’aduddin Djamal menutup jalan
menuju Pelabuhan Ulee
Lheue, menuai
beragam pendapat. Anggota DPRK setempat menyarankan agar dicari solusi yang
tepat. Termasuk, mengoptimalkan
penerangan jalan dan peningkatan peran Satpol PP/WH.
Irwan Saputra
TIGA tahun
bukanlah waktu singkat untuk menanti satu keputusan. Apalagi, menyangkut hajat hidup
rakyat kecil. Tapi, penantian panjang itulah yang dialami warga, tokoh pemuda
dan masyarakat Gampong Ulee Lheue, Banda
Aceh.
Ini terkait dengan kebijakan Walikota Banda Aceh Illiza Sa’aduddin Djamal,
yang menutup jalan menuju Pelabuhan Ulee Lheue sejak 2013 lalu. Padahal, para
pemuda setempat berharap, Walikota Banda Aceh tak hanya lihai mengeluarkan
sanksi, tapi juga harus cerdas dan bijak dalam memberi solusi.
”Dulu rencananya hanya sementara, tapi hingga saat ini belum dibuka, kami
tidak tahu kenapa,” ujar Ketua Pemuda Gampoeng Ulee Lheue, Sofyan Hadi pada media
ini, Rabu dua pekan lalu.
Memang, kebijakan penutupan jalan menuju kawasan wisata pantai dan
pelabuhan ini bukan tanpa sebab. Walikota Banda Aceh Illiza Sa’aduddin Djamal
berdalih. Aturan itu diberlakukan, semata-mata untuk menghalau adanya praktik
maksiat yang dilakukan warga Kota Banda Aceh, khususnya para remaja. Maklum
sajalah, sebelum dinyatakan tertutup sejak pukul 18.00 WIB saban hari. Kawasan
ini kabarnya, kerap dijadikan lokasi khalwat oleh para remaja, terutama pada
malam hari.
Praktik tak elok ini semakin menjadi-jadi, karena diduga ikut diback-up
(dukung) oleh oknum aparat tertentu. Bahkan, beberapa oknum mendirikan usaha
makanan dan minuman, yang diselinggi dengan musik live, seperti karoeke. Nah,
merasa gerah dengan perilaku tersebut, sejumlah kaum perempuan pun melakukan
aksi demontrasi dan protes kepada Walikota Banda Aceh. Mereka meminta agar
orang nomor satu Kota Banda Aceh, menutup kawasan tadi. Hasilnya, Illiza
memenuhi tuntutan kaum perempuan ini.
Begitupun, penilaian yang terkesan pukul sama rata ini diprotes sejumlah
pedagang kecil di sana.“Kalau hanya karena beberapa orang yang pacaran lalu kami
yang jadi korban, itu tidak adil namanya,” kata Kak Nong, salah seorang
pedagang jagung bakar di lokasi itu pada media ini, Rabu pekan lalu.
Wali Kota Banda Aceh, Illiza |
Gayung rupanya bersambut. Keluhan warga tadi ditanggapi Irwansyah ST,
anggota Komisi C DPRK Banda Aceh. Menurut dia, apapun kebijakan yang
dikeluarkan Pemerintah Kota Banda Aceh, sebaiknya tidak bersifat berat sebelah.
Artinya, satu pihak untung, tapi di sisi
lain ada yang dirugikan. Terutama menyangkut hajat hidup dan ekonomi rakyat
kecil. “Satu sisi
Syari`at Islam harus berjalan, di sisi lain pedagang kecil juga tidak boleh diabaikan.
Disinilah dibutuhkan solusi dan kearifan dari
pemimpin. Mari kita cari solusi bersama,” usul politisi PKS ini.
Itu sebabnya kata Irwansyah, kebijakan Walikota Banda Aceh yang menutup
akses jalan menuju kawasan wisata dan Pelabuhan Ulee Lheue sejak pukul 18.00 WIB, perlu didiskusikan kembali. “Ini untuk win-win
solusi. Kebijakan berjalan, keinginan pedagang juga terpenuhi. Namun satu hal, warga setempat harus benar-benar menjaga kawasan ini agar tidak ternoda oleh para pelanggar
syariat Islam,”
ujar Irwansyah.
Irwansyah mengaku, dia belum memahami secara utuh mengenai kebijakan
penutupan jalan tadi. Sebab, dia baru dipercaya rakyat sebagai anggota DPRK
Banda Aceh, hasil pemilu legislatif 2014 lalu. “Kalau ditanya apakah kebijakan Walikota itu
tepat, saya kira sah-sah saja. Namun, masih
banyak cara lain yang bisa dilakukan untuk mencegah
munculnya praktik maksiat.
Karena,
semua bumi Allah ini yang saya pahami berpotensi untuk melakukan pelanggaran
syariat. Hanya saja, tugas kita bersama untuk mencegahnya,” kata
Irwansyah.
Karena itu, salah satu solusi yang bisa dilakukan sebut Irwansyah adalah, Walikota Banda Aceh memasang lampu penerangan sepanjang jalan menuju kawasan pantai Ulee Lheue. Termasuk, menempatkan pos dan anggota Satpol PP/WH. “Tentu, ini ranahnya
Dinas Perhubungan Kota Banda Aceh dibawah kendali Muzakir
Tuloet. Kewenangan ada di tangan dia,” usul Irwansyah.
Terkait nasib dan keluhan pedagang kecil di sana,
Irwansyah mengaku akan membicarakan masalah ini dengan kawan-kawannya di Fraksi
PKS serta beberapa fraksi lainnya di DRPK Banda Aceh.
“Kami akan diskusi dan mencari solusi yang tepat,
karena pantai Ulee Lheue sangat potensial
untuk dijadikan sebagai salah satu destinasi wisata kota.
Tentu saja, ini menjadi pekerjaan rumah
(PR) anggota dewan dan Pemkot Banda Aceh, ucap Irwansyah.
Itu sebabnya, Irwansyah sepakat dengan saran dan pendapat agar Walikota
Kota Banda Aceh, tidak gegabah dan asal main tutup terhadap satu kawasan, tanpa
memikir pihak lain yang dirugikan. “Jangan
ketika ada masalah langsung ambil tindakan dengan menutup.
Padahal, masih bisa diupayakan solusi alternatif dengan tetap
memberi ruang pada pedagang untuk bisa berjualan. Ya
itu tadi, kita berikan lampu penerangan
jalan sehingga tidak memberi
peluang bagi orang untuk berbuat mesum,” kritik
Irwansyah.
Menurut dia, Pantai Ulee Lheue sudah dikenal
masyarakat sebagai kawasan wisata Kota
Banda Aceh. “Jadi,
kalau dibiarkan saja sayang. Sebaiknya, dikelola dengan melakukan penertiban,” ujarnya.
Irwansyah memberi contoh tentang kawasan penjualan batu akik dan giok.
Sebelumnya, kawasan itu berupa rawa-rawa dan semak belukar. Namun, setelah
ditata dengan baik, maka memberi manfaat bagi warga kota serta pedagang.
Irwansyah mengaku optimis langkah tersebut bisa dilakukan Walikota Banda
Aceh. Asalnya, ada niat dan kemauan, apalagi sangat didukung warga dan tokoh
masyarakat setempat. “Informasi yang saya terima dari Geuchik Ulee Lheue, di sana ada kelompok sadar wisata.
Nah,
kenapa tidak kita maksimalkan saja kelompok ini, termasuk menempatkan anggota Satpol PP/WH Kota Banda Aceh,” usul Irwansyah. Bagaimana Bu Wali? Beri mereka solusi***
sumber: Tabloid Modus Aceh