Monday, May 25, 2015

Akhir Kisah Ratu Kredit Fiktif Bank Aceh



Akhir Kisah Ratu Kredit Fiktif Bank Aceh

Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Banda Aceh, memvonis Yuli Fitriani tujuh tahun penjara. Karena ulahnya, Bank Aceh merugi hingga empat miliar rupiah. Gaya hedonis yang berujung tragis.

Irwan Saputra

Duduk di kursi pesakitan, Yuli Fitriani tetap terlihat tenang ketika hakim membaca amar putusan atas dirinya. “Terdakwa divonis tujuh tahun penjara, dengan denda Rp 500 juta, subsider tiga bulan kurungan,” tegas Syamsul Qamar (hakim ketua), didampingi Fauzi dan Supriadi (anggota), di Pengadilan Negeri (PN) Banda Aceh, Rabu pekan lalu.
Menurut majelis hakim, Yuli Fitriani terbukti melakukan tindak pidana perbankan dan tindak pidana pencucian uang. “Akibat perbuatan terdakwa PT. Bank Aceh merugi hingga empat miliar rupiah,” sebut Syamsul.
Putusan itu lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh Suhendra. Saat sidang sebelumnya, Yuli Fitriani dituntut sepuluh tahun penjara dan denda Rp 500 juta, subsider enam bulan kurungan.
            Usai sidang, Yuli yang didampingi penasehat hukumya Basrun Yusuf mengatakan pikir-pikir dengan putusan tadi. “Kami pikir-pikir dulu Pak Hakim,” kata Basrun. Begitu juga dengan JPU.
Yuli Fitriani adalah karyawan PT Bank Aceh, Capem Balai Kota Banda Aceh sejak Oktober 2007. Dia merupakan petugas kredit yang memiliki tugas dan tanggung jawab untuk melakukan proses permohonan kredit nasabah sesuai dengan permohonan.
Namun alih-alih membantu perusahaan, ia malah memperkaya diri sendiri dengan membuat rekening tabungan fiktif, kredit fiktif dan modus operandi menggelapkan uang hasil pembayaran nasabah.
Perilaku Yuli terungkap pada 2013 silam, ketika salah seorang nasabah yang juga mantan pejabat Pemko Banda Aceh Edi Saputra mengajukan kredit Rp 200 juta. Naas bagi Yuli, sesuai aturan yang berlaku, setiap nasabah yang memohon kredit harus mengajukan data ke Kantor Pusat Bank Aceh. Namun saat dilacak, nasabah tersebut masih belum melunasi kredit yang dipinjam sebelumnya, padahal dia telah melunasi semua kredit tersebut. Disinilah bermula nasib tragis ratu kredit fiktif tersebut terungkap.
Praktik culas yang dilakukan Yuli memang terbilang rapi. Sebelum ia menilep uang nasabah, dia lebih dulu menguasai user dan id milik karyawan dan atasannya. Ini terungkap dalam fakta persidangan, bahwa dirinya tidak hanya menguasai user dan id milik karyawan. Tapi juga user id milik atasannya yaitu Cut Widalia dan Wirza. Itu dapat dikuasai dengan mudah oleh Yuli, karena dia orang kepercayaan dan sering diajak menyelesaikan pekerjaan kantor bersama.
Alhasil, dengan niat memperkaya diri sendiri, Yuli dengan aman membuka 11 kredit fiktif tanpa ada yang mengetahui boroknya. Hasilnya, dia mampu mengumpulkan uang satu miliar rupiah, yang kemudian ditampung ke  rekening tabungan fiktif atas nama Nurhayati dan Ernawati yang telah dia persiapkan.
Tak hanya itu, untuk menambah pundi kekayaannya, Yuli yang saat itu hanya sebagai petugas kredit PT. Bank Aceh, sengaja tidak mencatat setiap nasabah yang melunasi kreditnya. Tujuan Yuli,  uang pembayaran dari 47 nasabah yang terkumpul Rp 3 miliar ini, bisa dimasukkan ke rekening tabungan fiktif yang dipersiapkannya tadi. Selain itu, juga dimasukkan ke rekening miliknya pribadi, rekening anaknya Khalila Nazwa dan rekening atas nama Fred Wiliamsom selaku rekan kerja pada Kantor Pusat Operasional PT. Bank Aceh.
Setelah menguasai uang haram tadi, Yuli mengunakannya untuk membeli barang mewah secara tunai. Misal, tahun 2012, Yuli membeli satu unit mobil Gallan (1999),  Rp 110 juta, satu unit mobil jenis Toyota tipe Corolla Altis (2005), Rp 155 juta. Satu cincin blue shaphire Rp 20 juta. Satu cincin yellow shaphire Rp 18 juta dan satu cincin jenis berlian 15 juta.
Pada 2013, Yuli kembali menambahkan barang mewahnya dengan membeli satu cincin jenis berlian Rp 15 juta, satu buah liontin Rp 30 juta, dan satu cincin ruby Rp 35 juta. “Semua barang bukti tersebut disita negara dalam hal ini PT. Bank Aceh, karena terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melawan hukum,” kata Hakim Ketua Syamsul Qamar.
Praktik culas ini dilakoni Yuli sejak 17 Juni 2009. Caranya,  dia membuka rekening tabungan fiktif atas nama Nurhayati. Nah, 19 Mei 2010, dia kembali membuka rekening tabungan fiktif atas nama Ernawati.  Kedua rekening ini digunakan untuk menampung uang dari hasil kredit fiktif dan uang hasil pembayaran kredit nasabah yang tidak disetorkannya ke Bank Aceh.
Karena, selain dari dua rekening tersebut. Terdapat sebelas rekening fiktif lainnya yang juga dibuat Yuli sejak September 2009 hingga Oktober 2013. Tujuannya, untuk melakukan kredit fiktif pada Bank Aceh, sementara uang tersebut dimasukkan pada dua rekening tabungan fiktif miliknya.
            Selain melakukan pembukaan rekening tabungan fiktif dan kredit fiktif, Yuli juga terbukti sejak tahun 2011 sampai tahun 2013, menggelapkan uang pembayaran kredit 47 nasabah dengan cara tidak menyetor uang tersebut ke Bank Aceh. Tapi, digunakannya untuk memperkaya diri sendiri dengan cara, dimasukkan uang tersebut dalam rekening tabungan fiktif yang telah disiapkannya.
Selain itu, juga ditransfer ke rekening atas namanya sendiri yaitu Yuli Fitriani, pada anaknya Khalila dan rekan kerjanya pada Kantor Pusat Operasional PT Bank Aceh. Borok ini baru diketahui setelah tim investigasi internal PT. Bank Aceh melakukan pemeriksaan bahwa ada 47 nasabah yang telah melunasi kredit pada Bank Aceh, namun sengaja tidak dicatat oleh Yuli Fitriani sebagai petugas. Begitu juga dengan pembuatan buku rekening untuk mengajukan kredit yang belakangan diketahui fiktif.
            “Padahal sesuai aturan yang berlaku, terkait dengan penutupan kredit nasabah, seharusnya dicatat dalam pembukuan rekening nasabah yang bersangkutan atas pembayaran atau pelunasan kredit. Sehingga dengan demikian secara otomatis telah ditutup,” kata Fauzi, hakim anggota.
            Atas pertimbangan tersebut, majelis hakim berkeyakinan Yuli Fitriani terbukti bersalah melanggar Pasal 49 ayat (1) huruf a Undang-Undang No. 10 tahun 1998, tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan, dan pasal 3 Junto Pasal 2 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindank Pidana Pencucian Uang.
            Menurut majelis hakim, putusan itu dibacakan setelah mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa. Yang memberatkan menurut majelis, perbuatan terdakwa telah menimbulkan kerugian materil pada Bank Aceh sebesar empat miliar. Selain itu perbuatan terdakwa dapat menghilangkan kepercayaan nasabah terhadap dunia perbankan. Terutama pada PT. Bank Aceh. “Terdakwa juga terbukti telah menikmati hasil kejahatannya itu,” ungkap Syamsul Qamar.
            Sementara yang meringankan, terdakwa telah mengakui dan berterus terang atas perbuatannya dan telah mengaku bersalah. Lalu terdakwa mempunyai tanggung jawab terhadap seorang anak kecil yang masih membutuhkan kasih sayang. 
Terdakwa Yuli yang selalu berpenampilan high class ini ditahan penyidik sejak 27 Oktober 2014 silam. Usai persidangan ia langsung meninggalkan ruangan dan menuju ruang tahanan yang diapit keluarganya. Selama proses persidangan, Yuli Fitriani menjalani masa tahanan di Rumah Tahanan Perempuan Cabang Lhoknya, Aceh besar.***

Photo: disesuaikan