Penyerahan bantuan |
Pesantren Imam Syafi`i Aceh Besar memang tak tenar di telinga
masyarakat Aceh. Tapi, siapa sangka, pesantren yang dibangun tujuh tahun silam
itu kerap dikunjungi tamu dari manca negera. Meninjau pembangunan dan memberi bantuan.
Irwan Saputra
Jam menunjukkan pukul 9.30 WIB. Jumat pekan lalu, media ini berkesempatan menyambangi Pesantren Imam Syafi`i di Desa Sibreh
Kemudee, Kecamatan Suka Makmur, Kabupaten Aceh Besar.
Sampai di sana, kesan yang muncul pertama adalah: teduh, tenang, asri dan jauh dari hiruk-pikuk kehidupan
masyarakat kota. Searah
mata memandang, banyak pohon rimbun, menebar hawa sejuk, meski matahari pagi itu tak begitu bersahabat.
Di halaman pesantren, puluhan warga setempat terlihat sedang
bercengkrama, sementara para santri sibuk merapikan kursi di teras Kantor
Yayasan Lajnah Khairiyah Musytarakah. Tak jauh dari itu, puluhan karung beras tersusun rapi
untuk dibagikan.
Hari itu, warga setempat dan Pesantren Imam Syafi`i kedatangan
tamu istimewa dari Kuwait, yaitu Syeikh Dr. Ahmad Hamid Al Jasat dan Syeikh
Saad Adnan Al Hudhari yang didampingi Ahmad Jawawi, Pimpinan Pesantren Imam
Syafi`i di Indonesia.
Tujuan keduanya menyambangi pesantren Imam Syafi`i itu
untuk meninjau pengembangan pembangunan serta menyalurkan bantuan beras kepada
warga miskin yang dianggap berhak menerimanya. Itu sebabnya, warga rela menunggu beberapa jam di halaman pasentren, menyambut
kedatangan tamu dari negara kaya minyak ini. Syeikh Dr.
Ahmad Hamid Al Jasat dan Syeikh Saad Adnan Al Hudhari adalah donatur dari pembangunan pesantren Imam Syafi`i.
“Kita tunggu Syeikh dulu, mereka masih dalam perjalanan
dari Banda Aceh,” jelas Darwis SH, Ketua Yayasan
Lajnah Khairiyah Musytarakah. Darwis memperkenalkan wartawan media ini ke warga
setempat yang tampak begitu ramah menyapa. Tak lama berbincang, Darwis mengajak media ini
untuk melihat-lihat ruang belajar para santri.
Kepada media ini, Darwis bercerita, sejak dibangun tujuh
tahun lalu, terget mereka untuk mencetak generasi qur`ani yang tidak hanya
mumpuni dalam urusan agama, tapi juga menguasai keterampilan sesuai
perkembangan zaman.
Karena itu, para santri dibekali skil untuk bisa menjahit
dan membuat dendeng daging sapi yang didistribusikan ke pusat kota, baik di Aceh
Besar maupun Banda Aceh, sementara dagingnya diperoleh dari peternakan sapi
milik pesantren yang tak jauh dari lokasi itu.
Santri di sana juga dibekali ilmu bela diri taekwondo dan telah banyak
menoreh prestasi di tingkat provinsi. “Ini adalah
bukti prestasi para santri,” ujar Darwis sambil menunjukkan piala yang tersusun
rapi dalam lemari kaca.
Pesantren ini menerapkan sistem yang
berbeda dari pesantren lainnya yang ada di Aceh. Perbedaan itu terlihat begitu
kentara karena hanya
menetapkan syarat khusus: santri yang berstatus yatim dan dari keluarga miskin. Selama masa
pendidikan, para santri tidak dipungut biaya satu sen pun. Malah disediakan uang jajan dua ribu rupiah per orang secara rata.
“Santri direkrut dari daerah-daerah terpencil di Aceh yang
kondisi ekonomi mengancam masa depan pendidikannya. Kemudian, mereka masuk ke pesantren untuk dididik hingga tamat. Dan, semuanya gratis,”
ujar Darwis.
Sejauh ini, Pesantren Imam Syafi`i sudah menamatkan satu
generasi, setelah mereka diwajibkan untuk belajar selama enam tahun, yakni
tingkat tsanawiyah (SMP) tiga tahun dan aliyah (SMA) tiga tahun. Setelah menjadi
alumni, mereka diharuskan untuk mengabdi selama setahun sebagai
proses pengalihan ilmu kepada santri di bawah mereka.
Pengkhususan penerimaan santri berstatus anak yatim ini memang
merupakan syarat yang diajukan donatur sejak pertama sekali pesantren itu
dibangun. Maka, jangan heran jika lembaga pendidikan
Islam itu fokus terhadap nasib pendidikan anak-anak yatim di Aceh, khususnya
pasca gempa dan tsunami 2014.
Saat ini, ada 140 santri yang menimba ilmu di
Pesantren Imam Syafi’i tanpa perbedaan. “Seandainya kami menerima santri yang bukan anak yatim, maka bisa-bisa
kehilangan pendonor,” jelas Darwis.
Amatan media ini, menimba
ilmu di sana relatif menyenangkan. Karena aneka fasilitas juga sudah tersedia.
Seperti asrama yang nyaman, sumber air artesis dan area peternakan dan
perkebunan. Untuk sarana pendidikan, ada ruang kelas, perpustakaan dan
laboratorium komputer.
Pesantren Imam Syafi’i juga dilengkapi sarana
penunjang seperti, masjid, kantor, lapangan olah raga, koperasi/kantin, ruang
makan, air RO, klinik kesehatan, ambulans dan genset. “Selain belajar, mereka
juga dibekali life skill, seperti
cara bertani, beternak dan berkebun. Kalau ada anak yatim yang luput dari
pantauan kami dan memang layak untuk dibantu beri tahu kami,” kata Darwis.
Tak lama kemudian, satu
unit mobil CRV hitam memasuki pekarangan pesantren. Lalu, dua tamu yang ditunggu-tinggu turun dari mobil bersama pimpinan Pesantren Imam Syafi`i se-Indonesia. Kemudian, beberapa petinggi pesantren itu menyalami mereka, termasuk Darwis SH, ketua yayasan. Ketiga orang itu pun diajak ke kursi yang telah lama disediakan.
Pembukaan acara seremonial, penyambutan serta pembagian
beras diawali dengan lantunan merdu pembacaan ayat suci Alqur`an yang dibacakan
oleh salah seorang santri. Puluhan warga
yang sebelumnya berhamburan di halaman, lalu duduk rapi di kursi yang
disediakan.
Dalam
sambutannya yang diterjemahkan Ahmad Jawawi, Syeikh Dr. Ahmad Hamid Al Jasat
mengatakan, tujuan mereka ke Pesantren Imam Syafi`i hari itu untuk meninjau
pembangunan asrama yang akan dibantu pihaknya serta donatur lain, demi
kelanjutan pembangunan gedung asrama yang belum siap. Selain itu, dibagikan bantuan beras kepada warga setempat yang dianggap layak
menerimanya.
“Para
donatur baik dari Kuwait, Qatar maupun Dubai tidak mengenal kita dan kita pun
tidak mengenal mereka, tapi mengapa mereka menjadi pendonor, satu alasannya adalah
karena mereka mengharap ridha Allah,” ujar Dr. Ahmad Hamid.
Seusai
acara seremoni, warga setempat antusias mengantri, untuk mendapatkan jatah sekarung beras per orang.
Zainab (60), salah seorang warga
setempat, mengaku senang adanya
bantuan tersebut. Apalagi, usianya sudah senja untuk
bekerja, sehingga mencari sekarung beras tentu tidaklah mudah. Adanya bantuan seperti ini, ia mengaku sangat senang.
“Saya sudah tua. Dengan ada bantuan
ini, kami sangat
bersyukur,” ujarnya haru. Warga lain Zulkifli (65) juga tidak mampu menutup
rasa haru. Sebagai kepala rumah tangga, dia menanggung
beban enam orang anak serta mertuanya. Dia juga sakit-sakitan di
usai senja. “Saya berharap para syeikh dari Kuwait dapat memberikan
kami bantuan. Kami sangat berterimakasih atas bantuan ini,” ujarnya.
Setelah
membagikan bantuan kepada warga, kedua donatur itu diajak keliling pesantren, melihat situasi
bangunan yang dibangun atas tanah seluas empat hektar. Kunjungan
dua donatur itu berakhir dengan makan siang bersama hingga menjelang masuk
waktu shalat Jumat.***
Sumber : Tabloid Modus Aceh