Akhir Kisah Ratu Kredit Fiktif Bank Aceh
Majelis
Hakim Pengadilan Negeri (PN) Banda Aceh, memvonis Yuli Fitriani tujuh tahun
penjara. Karena ulahnya, Bank Aceh merugi hingga empat miliar rupiah. Gaya
hedonis yang berujung tragis.
Irwan
Saputra
Duduk
di kursi pesakitan, Yuli Fitriani tetap terlihat tenang ketika hakim membaca
amar putusan atas dirinya. “Terdakwa divonis tujuh tahun penjara, dengan denda
Rp 500 juta, subsider tiga bulan kurungan,” tegas Syamsul Qamar (hakim ketua), didampingi
Fauzi dan Supriadi (anggota), di Pengadilan Negeri (PN) Banda Aceh, Rabu pekan
lalu.
Menurut
majelis hakim, Yuli Fitriani terbukti melakukan tindak pidana perbankan dan
tindak pidana pencucian uang. “Akibat perbuatan terdakwa PT. Bank Aceh merugi
hingga empat miliar rupiah,” sebut Syamsul.
Putusan
itu lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi
(Kejati) Aceh Suhendra. Saat sidang sebelumnya,
Yuli Fitriani dituntut sepuluh tahun penjara dan denda Rp 500 juta, subsider
enam bulan kurungan.
Usai sidang, Yuli yang didampingi
penasehat hukumya Basrun Yusuf mengatakan pikir-pikir dengan putusan tadi.
“Kami pikir-pikir dulu Pak Hakim,” kata Basrun. Begitu juga dengan JPU.
Yuli
Fitriani adalah karyawan PT Bank Aceh, Capem Balai Kota Banda Aceh sejak
Oktober 2007. Dia merupakan petugas kredit yang memiliki tugas dan tanggung
jawab untuk melakukan proses permohonan kredit nasabah sesuai dengan
permohonan.
Namun
alih-alih membantu perusahaan, ia malah memperkaya diri sendiri dengan membuat
rekening tabungan fiktif, kredit fiktif dan modus operandi menggelapkan uang
hasil pembayaran nasabah.
Perilaku
Yuli terungkap pada 2013 silam, ketika salah seorang nasabah yang juga mantan
pejabat Pemko Banda Aceh Edi Saputra mengajukan kredit Rp 200 juta. Naas bagi
Yuli, sesuai aturan yang berlaku, setiap nasabah yang memohon kredit harus
mengajukan data ke Kantor Pusat Bank Aceh. Namun saat dilacak, nasabah tersebut
masih belum melunasi kredit yang dipinjam sebelumnya, padahal dia telah
melunasi semua kredit tersebut. Disinilah bermula nasib tragis ratu kredit
fiktif tersebut terungkap.
Praktik
culas yang dilakukan Yuli memang terbilang rapi. Sebelum ia menilep uang
nasabah, dia lebih dulu menguasai user
dan id milik karyawan dan atasannya.
Ini terungkap dalam fakta persidangan, bahwa dirinya tidak hanya menguasai user
dan id milik karyawan. Tapi juga user id milik atasannya yaitu Cut Widalia dan
Wirza. Itu dapat dikuasai dengan mudah oleh Yuli, karena dia orang kepercayaan dan
sering diajak menyelesaikan pekerjaan kantor bersama.
Alhasil,
dengan niat memperkaya diri sendiri, Yuli dengan aman membuka 11 kredit fiktif
tanpa ada yang mengetahui boroknya. Hasilnya, dia mampu mengumpulkan uang satu
miliar rupiah, yang kemudian ditampung ke
rekening tabungan fiktif atas nama Nurhayati dan Ernawati yang telah dia
persiapkan.
Tak
hanya itu, untuk menambah pundi kekayaannya, Yuli yang saat itu hanya sebagai
petugas kredit PT. Bank Aceh, sengaja tidak mencatat setiap nasabah yang
melunasi kreditnya. Tujuan Yuli, uang
pembayaran dari 47 nasabah yang terkumpul Rp 3 miliar ini, bisa dimasukkan ke
rekening tabungan fiktif yang dipersiapkannya tadi. Selain itu, juga dimasukkan
ke rekening miliknya pribadi, rekening anaknya Khalila Nazwa dan rekening atas
nama Fred Wiliamsom selaku rekan kerja pada Kantor Pusat Operasional PT. Bank
Aceh.
Setelah
menguasai uang haram tadi, Yuli mengunakannya untuk membeli barang mewah secara
tunai. Misal, tahun 2012, Yuli membeli satu unit mobil Gallan (1999), Rp 110 juta, satu unit mobil jenis Toyota tipe
Corolla Altis (2005), Rp 155 juta. Satu cincin blue shaphire Rp 20 juta. Satu
cincin yellow shaphire Rp 18 juta dan satu cincin jenis berlian 15 juta.
Pada
2013, Yuli kembali menambahkan barang mewahnya dengan membeli satu cincin jenis
berlian Rp 15 juta, satu buah liontin Rp 30 juta, dan satu cincin ruby Rp 35
juta. “Semua barang bukti tersebut disita negara dalam hal ini PT. Bank Aceh,
karena terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melawan hukum,” kata Hakim
Ketua Syamsul Qamar.
Praktik
culas ini dilakoni Yuli sejak 17 Juni 2009. Caranya, dia membuka rekening tabungan fiktif atas nama
Nurhayati. Nah, 19 Mei 2010, dia kembali membuka rekening tabungan fiktif atas
nama Ernawati. Kedua rekening ini
digunakan untuk menampung uang dari hasil kredit fiktif dan uang hasil
pembayaran kredit nasabah yang tidak disetorkannya ke Bank Aceh.
Karena,
selain dari dua rekening tersebut. Terdapat sebelas rekening fiktif lainnya
yang juga dibuat Yuli sejak September 2009 hingga Oktober 2013. Tujuannya,
untuk melakukan kredit fiktif pada Bank Aceh, sementara uang tersebut
dimasukkan pada dua rekening tabungan fiktif miliknya.
Selain melakukan pembukaan rekening
tabungan fiktif dan kredit fiktif, Yuli juga terbukti sejak tahun 2011 sampai
tahun 2013, menggelapkan uang pembayaran kredit 47 nasabah dengan cara tidak
menyetor uang tersebut ke Bank Aceh. Tapi, digunakannya untuk memperkaya diri
sendiri dengan cara, dimasukkan uang tersebut dalam rekening tabungan fiktif
yang telah disiapkannya.
Selain
itu, juga ditransfer ke rekening atas namanya sendiri yaitu Yuli Fitriani, pada
anaknya Khalila dan rekan kerjanya pada Kantor Pusat Operasional PT Bank Aceh.
Borok ini baru diketahui setelah tim investigasi internal PT. Bank Aceh
melakukan pemeriksaan bahwa ada 47 nasabah yang telah melunasi kredit pada Bank
Aceh, namun sengaja tidak dicatat oleh Yuli Fitriani sebagai petugas. Begitu
juga dengan pembuatan buku rekening untuk mengajukan kredit yang belakangan
diketahui fiktif.
“Padahal sesuai aturan yang berlaku,
terkait dengan penutupan kredit nasabah, seharusnya dicatat dalam pembukuan
rekening nasabah yang bersangkutan atas pembayaran atau pelunasan kredit.
Sehingga dengan demikian secara otomatis telah ditutup,” kata Fauzi, hakim
anggota.
Atas pertimbangan tersebut, majelis
hakim berkeyakinan Yuli Fitriani terbukti bersalah melanggar Pasal 49 ayat (1)
huruf a Undang-Undang No. 10 tahun 1998, tentang Perubahan atas Undang-Undang
No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan, dan pasal 3 Junto Pasal 2 ayat (1) huruf g
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindank Pidana Pencucian Uang.
Menurut majelis hakim, putusan itu
dibacakan setelah mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan
terdakwa. Yang memberatkan menurut majelis, perbuatan terdakwa telah
menimbulkan kerugian materil pada Bank Aceh sebesar empat miliar. Selain itu
perbuatan terdakwa dapat menghilangkan kepercayaan nasabah terhadap dunia
perbankan. Terutama pada PT. Bank Aceh. “Terdakwa juga terbukti telah menikmati
hasil kejahatannya itu,” ungkap Syamsul Qamar.
Sementara yang meringankan, terdakwa
telah mengakui dan berterus terang atas perbuatannya dan telah mengaku
bersalah. Lalu terdakwa mempunyai tanggung jawab terhadap seorang anak kecil
yang masih membutuhkan kasih sayang.
Terdakwa
Yuli yang selalu berpenampilan high class
ini ditahan penyidik sejak 27 Oktober 2014 silam. Usai persidangan ia langsung
meninggalkan ruangan dan menuju ruang tahanan yang diapit keluarganya. Selama
proses persidangan, Yuli Fitriani menjalani masa tahanan di Rumah Tahanan Perempuan
Cabang Lhoknya, Aceh besar.***
Photo:
disesuaikan